Oleh : Divisi Ekonomi Lingkungan
Kabupaten Purworejo merupakan Provinsi di Jawa Tengah yang secara geografis berada pada 109° 47’ 28” BT – 110° 08’ 20” BT, 7° 32’ LS – 7° 54’ LS. Kabupaten Purworejo memiliki potensi wisata yang menarik dan memiliki nilai history yang tinggi seperti Gua Seplawan. Gua ini terletak di gugusan bukit menoreh perbatasan Kabupaten Purworejo dan Kulonprogo tepatnya berada di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing sekitar 40 kilometer ke timur dari pusat Kota Purworejo dan berada pada ketinggian 700 meter dari permukaan laut.
Sejarah penemuan Gua Seplawan bermula saat Kepala Desa Donorejo bernama Sastro Trinoyo, memerintahkan Kepala Dusun Katerban untuk membentuk sebuah tim yang akan mengeksplorasi Gua Seplawan dan Gua Sendangsri yang kemudian eksplorasi diikuti oleh kurang lebih 50 orang. Tiga orang dari tim eksplorasi tersebut lalu menemukan suatu barang yang berisi sepasang arca emas berbentuk raja dan permaisuri yang dikenal dengan Dewa Siwa dan Dewi Purwati. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung arca emas tersebut dilaporkan kepada Bupati Purworejo dan Menteri Sosial, Arca emas tersebut lalu disimpan di Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Jakarta hingga saat ini.
Gua Seplawan merupakan salah satu potensi wisata di Kabupaten Purworejo namun potensi ini masih kurang dikenali oleh masyarakat di daerah lain. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor-faktor, seperti fasilitas yang kurang memadai di tempat wisata, kondisi infrastruktur jalan yang kurang memadai, kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengembangan wisata, kurangnya pameran wisata dan promosi wisata. Jika pengembangan Gua Seplawan tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik, justru akan menimbulkan berbagai permasalahan yang menyulitkan atau bahkan merugikan masyarakat sekitar. Agar Gua Seplawan terus memiliki nilai ekonomi yang dapat menompang income untuk daerah Purworejo dan juga masyarakat sekitar maka diperlukan adanya penelitian berkelanjutan terkat dengan nilai valuasi ekonomi Gua Seplawan.
Nilai valuasi ekonomi Gua Seplawan berperan penting dalam menyediakan informasi mengenai kebijakan publik dalam pengelolaan sumber daya alam. (Fauzi, 2014). Nilai valuasi ekonomi ini dapat meliputi nila guna langsung, dan nilai guna tak langsung (nilai warisan, nilai pilihan, dan nilai keberadaan). setiap nilai yang ada mencakup informasi ekonomi yang berbeda.
Nilai guna langsung Gua Seplawan dapat berupa biaya transportasi, biaya konsumsi, dan juga biaya tiket masuk Gua Seplawan.
Gambar 1.1 menunjukkan besarnya biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pengunjung. Besar biaya tersebut tergantung pada jarak asal pengunjung ke objek wisata Gua Seplawan. Semakin jauh jarak dari asal sampai Gua maka akan semakin besar pula biaya yang harus dibayarkan untuk transportasi. Pengunjung umumnya berasal dari dalam purworejo dengan kisaran jarak tempuh menuju Gua yakni 10-50 kilometer. Hal ini dapat diketahui bahwa Gua Seplawan dalam tingkat keberhasilan promosinya belum terlampau baik karena mayoritas pengunjung masih berasal dari pengunjung lokal sekitaran Purworejo.
Nilai guna langsung dari biaya konsumsi menunjukkan bahwa semakin besar biaya konsumsi maka semakin berdampak positif bagi pendapatan pedagang di Gua Seplawan. Biaya yang sering dikeluarkan untuk konsumsi nilainya relatif terjangkau untuk objek wisata seperti Gua Seplawan. Adanya kegiatan sektor perdagangan di Gua Seplawan merupakan hubungan simbosis mutualisme bagi kedua pihak. Pengunjung akan terpenuhi kebutuhannya dan merasa nyaman sehingga mendapatkan pengalaman rekreasi yang baik di pariwisata tersebut, sedangkan pedagang mampu meningkatkan penghasilannya karena lokasi dagang yang strategis. Berdasarkan hasil wawancara bersama pedagang dapat diketahui pendapatan yang dihasilkan perbulannya bervariasi. Tiap bulannya pedagang wajib membayarkan pajak terkecuali bagi pedagang kaki lima yang merupakan sektor informal. Pajak yang dibayarkan oleh pedagang di Gua Seplawan digunakan sebagai upaya untuk menunjang keberlangsungan pengelolaan dan pelestarian Gua Seplawan.
Nilai guna langsung dalam hal biaya tiket masuk Gua Seplawan dapat dibedakan menjadi biaya pada hari kerja yakni sebesar Rp 3.000 dan biaya tiket pada hari libur yakni sebesar Rp 4.000. Harga tersebut terjangkau sehingga tidak mengakibatkan pengunjung harus merogoh kocek dalam-dalam. Semakin banyak pengunjung yang datang untuk berwisata maka akan semakin banyak jumlah biaya tiket yang didapatkan oleh pengelola Gua Seplawan. Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk tiket masuk maka akan semakin memberikan kemanfaatan untuk pengelolaan Gua Seplawan. Hal ini karena uang tiket masuk merupakan salah satu biaya yang digunakan untuk alokasi pelestarian Gua Seplawan.
Nilai guna pilihan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan yang kemudian disimpan atau dipertahankan yang nantinya akan digunakan untuk kepentingan yang akan datang. Nilai Pilihan dapat meliputi keanekaragaman hayati, sumberdaya genetic, perlindungan spesies, keragaman ekosistem, serta proses evolusi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Gua Seplawan mengenai nilai pilihan yang ditawarkan kepada masyarakat yaitu menyediakan jasa tourguide mengingat di daerah tempat wisata yang memilki riwayat sejarah belum adanya jasa tourguide. Banyak dari pengunjung yang datang di Gua Seplawan bersedia untuk memberikan biaya yang lebih untuk menyewa jasa tourguide. Namun ada pula ketidakbersediaan pengunjung untuk membayar tourguide. Ketidaksetujuan ini didorong oleh motif ekonomi, dan kebermanfaatan bagi masyarakat yang hanya mengunjungi Gua seplawan hanya untuk rekreasi. Pengunjung juga cukup memiliki kontribusi peran pelestarian Gua seplawan. Peran tersebut dibuktikan dengan bersedianya pengunjung dalam membayar untuk meningkatkan fasilitas dan jasa pelestariaan Gua Seplawan.
Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai keberlanjutan suatu sumberdaya, seperti konservasi, habitat, dan spesies, integritas nilai sosial dan kulturan (Kellert et al, 2000). Nilai keberadaan EV (Existence Value) diperoleh dari metode Contingent Valuation Method (CVM) yang merupakan pendekatan atas dasar survei. untuk mengetahui preferensi konsumen serta dapat menentukan nilai barang dan jasa sumber daya alam dan lingkungan. Selanjutnya juga dapat diketahui kesediaan orang untuk membayar (Willingness to Pay) kerusakan atau pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan atau dapat mengetahui kesediaan orang untuk menerima kompensasi (Willingness to Accept) atas perubahan sumber daya alam dan lingkungan (Suparmoko, 1997).
Hasil dari data debut atau data curah hujan dalam beberapa tahun pengamatan dapat digunakan untuk memperkirakan besar debit atau curah hujan dengan nilai yang sama atau lebih tinggi yang akan terjadi satu kali dalam kurun waktu tertentu. Banyak orang yang salah dalam mengartikan data kala ulang. Misalnya debit kala ulang 100 tahun sebesar 20 m3/detik, pada umumnya masyarakat mengartikan bahwa setiap 100 tahun sekali secara periodik diperkirakan akan terjadi debut yang sama atau lebih besar dari 20 m3/detik. Pengertian tersebut adalah keliru, arti sebenarnya dari data kala ulang tersebut adalah dalam kurun waktu 100 tahun diperkirakan terjadi 1 kali debit yang sama atau lebih besar dari 20 m3/detik sebesar 1% dalam tiap tahun.
Secara umum fasilitas yang ada di Gua Seplawan seperti tempat parkir, toilet, dan jalan sudah cukup memadai. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan seperti kurang luasnya tempat parkir, beberapa gagang pintu toilet yang rusak, jalan yang terlalu curam dan tidak ramah difabel sehingga perlu adanya peningkatan dan pengembangan lagi. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi responden untuk bersedia membayar biaya tambahan untuk keberlanjutan kelestarian Gua Seplawan yang merupakan salah satu ikon wisata di Purworejo. Adanya biaya tambahan untuk keberlanjutan Gua Seplawan tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan menambah fasilitas yang ada di Gua Seplawan. Selain itu, promosi terhadap objek wisata Gua Seplawan diharapkan bisa lebih gencar lagi agar wisatawan yang datang bisa semakin banyak bahkan menarik wisatawan asing.
Nilai ekonomi warisan dihitung dengan konsep WTP (Willingnesss To Pay) atau kesediaan untuk membayar. Nilai WTP didapat dari hasil wawancara pengunjung Gua Seplawan sebagai responden untuk mempertahankan estetika dan keindahan Gua sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Gambar 1.7 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan kesediaan membayar untuk mempertahankan dan melestarikan estetika dan keindahan Gua Seplawan. Diketahui bahwa nilai WTP paling besar yang dipilih responden sebesar Rp 5000,00. Angka tersebut tergolong cukup sedikit dan dapat dikatakan bahwa kontribusi rendah. Rendahnya kontribusi masyarakat dalam melakukan pelestarian tempat wisata ini menjadi tantangan tersendiri untuk pengelola gua.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa valuasi ekonomi Gua Seplawan masuk dalam kategori yang cukup baik karena masih rendahnya nilai dari fungsi ekonomi di objek wisata Gua Seplawan serta kurangnya keaktifan dari masyarakat sekitar. Semakin banyak biaya yang masuk, maka akan semakin memberikan kemanfaatan untuk pengelolaan Gua Seplawan. Hal ini karena biaya tersebut merupakan biaya yang digunakan untuk alokasi pelestarian Gua Seplawan disamping biaya pokok yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Pariwisata Purworejo. Peran aktif dari pengunjung dan pengelola dalam hal upaya ikut serta memelihara pelestarian Gua Seplawan sangat penting. Upaya seperti pelestarian dan perawatan serta promosi perlu digencarkan lagi agar tidak hanya ramai pengunjung local Purworejo namun juga interlokal dan bahkan internasional. Gua Seplawan diharapkan mampu menjadi tempat wisata unggulan dan dapat menjadi akar penguat ekonomi masyarakat di Kabupaten Purworejo.
Daftar Pustaka
Fauzi, A. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor: IPB Press.
Kellert, S; Mehta, J; Ebbin, S; and Litchtenfeld, L. 2000. Community Natural Resources Management: Promise, Rhetoric, and Reality. Society and Natural Resources 705-715.
Suparmoko. 1997. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta: BPFE