Oleh : Divisi Geohidrologi 

Karst Jonggrangan di Desa Donorejo

Gambar 1. Bentuklahan epikarst
Gambar 2. Goa Seplawan bentuk lahan endokarst

Karst Jonggrangan di Desa Donorejo

Desa Donorejo merupakan bagian dari Formasi Jonggrangan yang terdiri dari konglomerat, napal tuffan, dan batupasir gampingan, dengan sisipan lignit pada bagian bawah, dan batugamping karst Jonggrangan yang diendapkan pada masa Miosen awal hingga Miosen tengah. (Maryanto, 2013) Ketebalan dari Formasi Jonggrangan yaitu sekitar 250-400 m. Ketinggian tempat ini berkisar antara 800-900 mdpal sehingga memiliki  kondisi iklim yang terbilang basah. Daerah ini memiliki rerata hujan tahunan sebesar 2601 mm dan rerata suhu sebesar 24,1℃. Keberadaan karst di Desa Donorejo ditandai dengan adanya bentukan endokarst berupa goa dan bentukan epikarst berupa  bukit-bukit karst tipe menara dengan cekungan tertutup berbentuk lonjong. Goa di kawasan ini dijadikan tempat wisata minat khusus, sedangkan bukit-bukit karst di Desa Donorejo dominannya digunakan sebagai lahan perkebunan pinus dan kebun campuran.

Kondisi Hidrologi

Gambar 3. Mataair Sribit
Gambar 4. Aliran permukaan (sungai) yang debit alirannya tergantung musim

Karakteristik aliran air bawah tanah pada kawasan karst memiliki sifat anisotropis yaitu aliran airtanah tidak memiliki peluang aliran yang sama ke segala arah, sehingga dengan sumber yang sama besaran aliran pada arah yang berbeda memiliki debit yang berbeda. (Ford dan William, 2013) Perbedaan tersebut terjadi akibat besar lorong yang berbeda-beda. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya mataair dengan perbedaan debit yang cukup besar. Penentuan debit mataair dilakukan secara kualitatif yaitu dengan wawancara. Adapun kondisi aliran permukaan seperti sungai, alirannya akan melimpah pada musim hujan. Namun, saat musim kemarau tiba, debit air akan mengecil. Jenis sungai tersebut adalah sungai perennial. Sungai perennial merupakan sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun, meskipun debit air mengecil pada musim kemarau. (Santosa dkk, 2018)

Pemetaan Mataair

Mataair di Desa Donorejo perlu dipetakan dan diinventarisasi. Hal tersebut untuk mengetahui lokasi persebaran mataair di setiap dusun Desa Donorejo. Pemetaan mataair dilakukan dengan melakukan plotting koordinat mataair dengan bantuan aplikasi Avenza Map. Informasi batas dusun sangat dibutuhkan dalam pemetaan tersebut, tetapi informasi yang tersedia masih kurang jelas karena tidak tersedianya batas administrasi dusun yang resmi. Hal tersebut menjadi dasar dilakukannya pembuatan batas dusun dengan metode participatory mapping. Participatory mapping merupakan metode pemetaan yang dilakukan bersama masyarakat local yang mempunyai pengetahuan lebih tentang kondisi wilayahnya. Partisipan yang dilibatkan dalam kegiatan ini adalah para perangkat Desa Donorejo. Partisipan tersebut juga memberikan Informasi tentang mataair di setiap dusun Desa Donorejo. 

Gambar 5. Kegiatan parcipatory mapping batas dusun bersama perangkat Desa Donorejo

Distribusi Mataair di Desa Donorejo

Gambar 6. Peta distribusi mataair di Desa Donorejo

Distribusi mata air di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo dipengaruhi oleh kondisi fisik geomorfologis wilayah tersebut yang merupakan bagian dari lereng atas dari Perbukitan Menoreh. Inventarisasi dilakukan terhadap empat dusun, yang meliputi Dusun Denansri, Dusun Rejosari, Dusun Jogowono, dan Dusun Katerban. Pengumpulan data mata air untuk setiap dusun nya menguji terhadap aspek kualitas dan kuantitas air pada mata air tersebut. Banyaknya mata air yang diperoleh dari dari hasil inventarisasi di Desa Donorejo sebanyak 41 mata air yang telah diuji, dengan rincian sebagai berikut:

Gambar 7.. Distribusi Mataair di Desa Donorejo

Kualitas Fisik Mataair

Pengujian kualitas fisik air mataair di Desa Donorejo dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan menggunakan waterchecker. Beberapa parameter yang diuji diantaranya keasaman (Ph), Daya Hantar Listrik (DHL), Total Dissolved Solid (TDS), Suhu, dan Salinitas. Berdasarkan pengujian dapat dilihat perbedaan kualitas fisik tiap mataair yang apabila dikelompokkan berdasarkan satuan dusun digambarkan pada grafik berikut. Kuantitas mataair dapat diketahui melalui pengukuran debit mataair, namun pengukuran debit mataair di Desa Donorejo tidak dapat dilakukan karena kondisi mataair yang tidak memungkinkan. Mataair yang dapat diukur debitnya hanya dua mata air saja, sehingga data debit mataair tidak ditampilkan.

Gambar 8. Pengujian parameter fisik air
Gambar 9. Hasil Pengujian Kualitas Mata Air di Dusun Denansri

Hasil pengujian kualitas fisik air mataair di Dusun Denansri menunjukkan bahwa tingkat keasaman (pH) didominasi oleh pH netral yaitu pada kisaran 6 hingga 8. pH netral sebanyak 85% dari total jumlah mata air, segangkan ph asam sebanyak 15% dari total jumlah mata air. Seluruh matair di Dusun Denansri dinyatakan sesuai berdasarkan standar baku mutu, yaitu lebih dari 1500 µhos/cm. 85% jumlah mata air di Desa Denansri memiliki Total Dissoved Solid (TDS) sesuai, sedangkan 15% sisanya tidak terdata.

Gambar 10. Hasil Pengujian Kualitas Mata Air di Dusun Jogowono

Berdasarkan hasill pengujian, 67% dari total jumlah mataair di Dusun Jogowono memiliki pH netral, sedangkan 33% sisanya memiliki pH asam. Seluruh mataair yang berada di Dusun ini memiliki Daya Hantar Listrik (DHL) dan Total Dissolved Solid (TDS) yang sesuai, yaitu kurang dari 1500 µhos/cm untuk DHL dan 500 mg/l untuk TDS.

Gambar 11. Hasil Pengujian Kualitas Mata Air di Dusun Katerban

Hasil pengujian kualitas fisik air mataair di Dusun Katerban menunjukkan bahwa tingkat keasaman (pH) didominasi oleh pH netral yaitu pada kisaran 6 hingga 8. pH netral sebanyak 100% dari total jumlah mata air. Seluruh matair di Dusun Katerban dinyatakan sesuai berdasarkan standar baku mutu, yaitu lebih dari 1500 µhos/cm, 100% jumlah mata air di Desa Denansri memiliki Total Dissoved Solid (TDS) sesuai.

Gambar 12. Hasil Pengujian Kualitas Mata Air di Dusun Rejosari

Hasil pengujian kualitas fisik air mataair di Dusun Rejosari menunjukkan bahwa tingkat keasaman (pH) 100% netral, pH netral yaitu pada kisaran 6 hingga 8. Seluruh matair di Dusun Rejosari dinyatakan sesuai berdasarkan standar baku mutu, yaitu lebih dari 1500 µhos/cm. 100% jumlah mata air di Desa Rejosari memiliki Total Dissoved Solid (TDS) sesuai.

Penggunaan Mataair

Gambar 13. Alat pemompa air elektronik untuk mengambil mataair
Gambar 14. Pipa untuk mengalirkan air dari mataair ke rumah-rumah warga

Data mengenai penggunaan mataair diperoleh melalui proses wawancara dengan responden yang tinggal di sekitar mataair dan menggunakan mataair terkait. Penggunaan mata air oleh masyarakat tidak didasarkan pada wilayah administratif, tetapi didasarkan pada dekatnya jarak antara rumah ke rumah dan rumah ke mata air, debit mataair, serta topografi. Sebagian besar masyarakat menggunakan mataair yang paling dekat dengan rumah mereka. Umumnya mata air yang berada di elevasi lebih tinggi menyuplai kebutuhan air masyarakat di bawahnya. Masyarakat yang memiliki pompa air dapat mengambil air dari mata air yang jaraknya jauh dari rumah mereka dan tidak terpengaruh oleh topografi karena air dapat dipompa dari tempat yang memiliki elevasi rendah ke rumah mereka yang memiliki elevasi lebih tinggi.

 Mataair merupakan sumber air utama  bagi masyarakat di Desa Donorejo. Mataair yang berada di Desa Donorejo dimanfaatkan secara intensif oleh masyarakat, khususnya untuk kebutuhan domestik diantaranya untuk mandi, mencuci dan memasak. Penggunaan mataair berbeda-beda tergantung debit airnya. Mataair yang memiliki debit kecil digunakan untuk memenuhi kebutuhan air beberapa rumah atau beberapa kelompok keluarga, sedangkan mataair yang memiliki debit besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan kelompok masyarakat yang lebih besar.

Gambar 15. Penampungan mataair Kaliterban

Meskipun dapat dikatakan sumber mataair di Desa Donorejo melimpah, keberadaan mataair yang banyak ini tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan air masyarakat. Saat musim kemarau, debit mata air akan mengecil bahkan mengering. Kondisi ini memaksa warga untuk memasok air dari luar bahkan mengambil air dari sungai yang belum tentu kualitas airnya baik. Saat musim hujan kondisi air tanah cukup melimpah, namun tidak dimanfaatkan secara maksimal sehingga banyak air yang terbuang percuma.

Konservasi Mataair

Pentingnya keberadaan mataair untuk menunjang kehidupan masyarakat desa Donorejo sayangnya tidak diimbangi dengan pemeliharaan yang mumpuni. Padahal, pengelolaan mataair dengan konservasi bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan suplai air serta memperbaiki manajemen penggunaan terhadap kebutuhan air. Konservasi merupakan upaya memelihara sumberdaya yang dimiliki secara bijaksana sehingga dapat tercapai keberlanjutan (sustainability). Masalah degradasi tidak hanya memengaruhi kuantitas air tanah, namun juga kualitasnya. Menanggapi hal tersebut maka konservasi sejatinya perlu dilakukan Desa Donorejo yang memiliki banyak sumber mataair.

 Metode wawancara dilaksanakan untuk mengetahui upaya konservasi oleh masyarakat pengguna mataair. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, konservasi meliputi tiga unsur yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat masih terbatas pada pemanfaatan serta pengawetan. Pemanfaatan mataair meliputi penggunaan air untuk berbagai aktifitas domestik maupun pertanian, Pengawetan adalah upaya untuk menjaga mataair seperti pengadaan kerja bakti untuk membersihkan sampah. Namun semua itu dilakukan berasaskan kepedulian masyarakat sekitar, belum ada peraturan pemerintah daerah tentang konservasi mataair secara terstruktur.

Mataair yang memiliki fungsi pemenuhan kebutuhan air baik untuk kegiatan domestik maupun konsumsi sebagian masyarakat Katerban salah satunya adalah mataair Kidangrasak. Masyarakat menjalankan upaya konservasi dengan unsur perlindungan dengan menampung mataair dengan bendung semen kemudian dialirkan menuju bak sehinggga dapat didistribusikan dengan selang hingga sampai ke rumah masyarakat. Unsur konservasi pengawetan juga dilakukan dengan kerja bakti secara sukarela oleh masyarakat. Keadaan yang berbeda terlihat pada mataair Gua Nguwik, unsur perlindungan dilakukan dengan cara pengadaan bak ukur dan pompa elektronik, mataair ini memegang fungsi sebagai sumber air cadangan saat musim kemarau juga untuk mencuci. Keberadaan mataair yang terdapat di dalam gua mengharuskan penggunanya untuk menuruni tangga batu terlebih dahulu, dikarenakan lokasinya yang agak tersembunyi sehingga memudahkan oknum tak bertanggung jawab untuk membuang sampah secara sembarangan. Alhasil, tumpukan sampah di bibir gua mengoarkan bau busuk yang dalam jangka panjang bisa saja memengaruhi kualitas mataair Gua Nguwik.

Gambar 15. Sampah di area mataair Selangsur

Pengelolaan mataair di Desa Donorejo memang masih didominasi unsur pemanfaatan dibandingkan perlindungan dan pengawetan. Namun, kesadaran masyarakat untuk melakukan kedua unsur tersebut sudah cukup baik. Partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi mataair dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi, topografi atau keadaan biofisik serta budaya (Sudarmadji, 2011).  Sebagian besar mataair hanya dilestarikan berdasarkan asas kepedulian masyarakat seperti pengadaan kerja bakti, sebagian lainnya bahkan jarang dirawat karena dianggap upaya yang dilakukan tidak sebanding dengan manfaat yang akan didapatkan. Peraturan pemerintah desa terkait konservasi perlu dilaksanaan sebagai upaya lanjutan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mataair serta merancang rencana kerja bakti rutin. Pemerintah desa juga dapat mempebaharui database mataair berdasarkan ketersediaan air, jumlah pengguna serta urgensi konservasi yang harus dilakukan sehingga keberlanjutan sumberdaya mataair di Desa Donorejo dapat terlaksana di masa yang akan datang.

Daftar Pustaka

Ford, D. William, P. 2013. Karst Hydrogeology and Geomorphology. New Jersey : Wiley

Maryanto, S. 2013. Sedimentologi Batugamping Formasi Jonggrangan di Sepanjang Lintasan Gua Kiskendo, Girimulyo, Kulonprogo. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 23(2), 105-120

Santosa, L. W. Adji, T. N. Pitoyo, A. J. Suyanto, Agus. 2018. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Banggai Kepulauan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Sudarmadji. (2011). Konservasi Mataair Berbasis Masyarakat di Unit Fisiografi Pegunungan Baturagung, Ledok Wonosari dan Perbukitan Karst Gunung Sewu, Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Teknosains, 1-69.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

<!– [if supportFields]><![endif]–>