Diskusi Internal Pengkajian Isu Global (PIG) kembali diadakan pada 21 Februari 2025. Diskusi Internal bertujuan untuk bertukar pikiran dan berpendapat terhadap polemik yang sedang hangat mencuat di masyarakat. Artikel dibawah merupakan hasil pemikiran pembicara melalui hasil diskusi. Penasaran dengan hasil diskusinya? Yuk simak artikel berikut!

Diskusi Internal PIG UGM secara Luring
Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan kemajuan suatu bangsa. Namun, isu pemangkasan anggaran pendidikan dalam beberapa waktu terakhir telah menimbulkan banyak pro dan kontra. Pemangkasan anggaran ini dilakukan di Indonesia dengan rincian memangkas anggaran pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebesar 8,03 triliun dan Kementrian Pendidikan, Sains, dan Teknologi sebesar 14,3 triliun. Pemerintah berpendapat jika pemangkasan ini bertujuan untuk efisiensi dan pengalokasian dana ke program lain seperti salah satunya makan siang gratis (MBG) dan/atau Danantara/ Sementara itu, banyak pihak menilai bahwa kebijakan ini berpotensi merugikan kualitas pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia di masa depan.
Pemangkasan anggaran pada kementerian pendidikan dapat ditempatkan oleh pemerintah sebagai langkah efisiensi untuk mengoptimalkan alokasi dana yang dinilai kurang tepat sasaran, seperti program Beasiswa KIP-Kuliah (KIPK) yang kerap bermasalah dalam distribusi. Alih-alih mengurangi nominal beasiswa, efisiensi lebih difokuskan pada perbaikan proporsi dan sistem distribusi agar dana tidak terbuang percuma. Dana yang dihemat dapat dialihkan ke beberapa pendidikan lain, seperti peningkatan kualitas penelitian melalui pendanaan jurnal terindeks Scopus satu pintu oleh Perpusnas sehingga tiap universitas tidak perlu berlangganan jurnal. Secara langsung kemudahan akses terhadap jurnal dapat meningkatkan kinerja riset bagi mahasiswa maupun dosen di Indonesia.
Kolaborasi dengan pihak swasta juga diusulkan sebagai solusi mengatasi keterbatasan anggaran. Pemerintah menegaskan bahwa efisiensi tidak berarti mengabaikan tujuan strategis, melainkan memperkuat perencanaan anggaran yang jelas, termasuk mempertimbangkan urgensi pelunasan utang negara. Selain itu program makan bergizi gratis yang menjadi salah satu tujuan dari alokasi pemangkasan anggaran dianggap sejalan dengan peningkatan kesehatan sebagai faktor pendukung Indeks Pembangunan Manusia (IPM), meski kritikus menilai hal ini tidak boleh menggeser prioritas pendidikan gratis.
Di sisi lain, kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan menuai kritik tajam karena berpotensi menurunkan kualitas pendidikan dan menghambat pembangunan SDM. Penghilangan program seperti IISMA (Indonesian International Student Mobility Award) dalam nama efisiensi dinilai kontra produktif, sebab program tersebut membuka akses mahasiswa ke perguruan tinggi global. Masalah utama KIP-K justru terletak pada sistem distribusi yang tidak merata, bukan nominal anggaran, sehingga pemotongan berisiko meningkatkan angka putus sekolah. Dampak efisiensi juga dirasakan dalam dunia penelitian, di mana pengurangan dana menghambat pengembangan temuan baru, sementara lomba akademik seperti PKM dan PIMNAS terancam kekurangan pendanaan.
Kritikus menegaskan bahwa negara maju memerlukan SDM unggul, tetapi Indonesia masih menghadapi tantangan seperti standar pendidikan rendah yang perlu ditingkatkan pasca-Reformasi. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan SDGs poin ke-4 tentang pendidikan inklusif dan berkelanjutan. Masyarakat juga kecewa dengan perubahan kebijakan mendadak, terutama di masa pemerintahan baru yang belum lama berjalan, serta kekhawatiran pemecahan kementerian yang berpotensi memecah konsentrasi anggaran.
Pemangkasan anggaran pada kementerian pendidikan menunjukkan kompleksitas antara kebutuhan efisiensi anggaran dan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan. Di satu sisi, pemerintah perlu memastikan alokasi dana tepat sasaran, memperbaiki sistem distribusi beasiswa, dan menggalang sinergi dengan swasta. Di sisi lain, pemangkasan tidak boleh mengabaikan urgensi pembenahan sistem pendidikan, terutama di tengah disparitas akses dan rendahnya literasi riset. Solusi berimbang diperlukan, seperti mempertahankan program strategis (IISMA, PKM, MSIB), memperkuat transparansi penggunaan dana penelitian, dan mengintegrasikan kebijakan kesehatan (makan bergizi) dengan program pendidikan. Uruguay menjadi contoh bahwa peningkatan anggaran pendidikan harus dibarengi dengan tata kelola yang akuntabel. Pemerintah juga perlu menghindari perubahan kebijakan mendadak dan melibatkan pemangku kepentingan dalam perencanaan, agar pemangkasan tidak justru memperlebar ketimpangan atau mengorbankan generasi muda yang menjadi tulang punggung transformasi SDM Indonesia.
Sumber :
0 Comments