Media sosial termasuk sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan keseharian manusia modern saat ini. Di Indonesia, Twitter merupakan salah satu media sosial yang cukup populer. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh salah satu lembaga statistik media sosial, Statista, Indonesia menempati peringkat ke-6 jumlah pengguna Twitter terbanyak dengan nilai 17,55 juta pengguna. Pengguna Twitter di Indonesia berasal dari berbagai kalangan umur, termasuk rentang umur mahasiswa. Data Statista menunjukkan bahwa usia 18—24, yang merupakan rentang usia mahasiswa, tercatat sebagai pengguna Twitter terbanyak kedua di Indonesia. Besarnya persentase pengguna Twitter di kalangan usia mahasiswa berimplikasi terhadap banyaknya pembicaraan atau obrolan yang berkaitan dengan dunia perkuliahan. Salah satu topik yang sedang hangat diperbincangkan di Twitter terkait dunia perkuliahan adalah perkuliahan tatap muka (kuliah offline) yang sudah mulai dilaksankan kembali. 

Tidak terasa, sudah hampir dua tahun pandemi COVID-19 merajalela di seluruh penjuru dunia. Sudah hampir dua tahun pula, kegiatan perkuliahan jarak jauh (kuliah online) dilaksanakan di tingkat pendidikan perguruan tinggi. Seiring dengan semakin membaiknya situasi pandemi COVID-19, Dirjen Diktiristek mengeluarkan surat edaran Nomor 4 tahun 2021 tanggal 13 September 2021 terkait Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Tahun Akademik 2021/2022. Menanggapi edaran tersebut, banyak perguruan tinggi yang sudah mulai memberikan surat edaran pelaksanaan perkuliahan tatap muka kepada mahasiswanya. 

Dalam perbincangan hangat di Twitter, terdapat dua kubu mahasiswa yang mendukung dan menolak pelaksanaan perkuliahan tatap muka di masa pandemi COVID-19. Masing-masing dari mereka juga menjelaskan pendapat dan alasan mereka mendukung atau menolak kebijakan tersebut. Banyaknya pendapat dan alasan yang dilontarkan mahasiswa di Twitter tak jarang menggoyahkan pendirian dan keyakinan, terlebih bagi mahasiswa rantau. Misalnya, seorang mahasiswa yang pada awalnya mendukung kegiatan perkuliahan tatap muka dan sudah bersiap-siap untuk merantau dapat berubah pikiran menjadi menolaknya karena melihat pendapat yang ada di Twitter. Fenomena ini dapat diindikasikan menjadi salah satu penyebab keraguan atau kebimbangan mahasiswa dalam memutuskan keikutsertaannya dalam perkuliahan tatap muka (perkuliahan offline). 

Sebuah unggahan tanggal 19 Januari 2022 pada akun base Twitter yang ditujukkan untuk mahasiswa, yakni @collegemenfees, mengindikasikan bahwa masih banyak mahasiswa yang tidak siap melaksanakan perkuliahan offline. Konten unggahan tersebut diisi dengan pertanyaan “Siap kuliah offline?”. Unggahan tersebut mendapatkan likes sebanyak 41, retweet sebanyak 8, dan reply atau jawaban sebanyak 36. Sekitar 50% dari jawaban yang diberikan menyatakan bahwa mereka tidak siap menjalankan kuliah offline. Jawaban yang menyatakan benar-benar siap menjalankan kuliah offline hanya sekitar 10%, sedangkan sisanya menjawab dengan tidak menyatakan kesiapannya secara eksplisit. 

Ketidaksiapan mahasiswa, terutama mahasiswa rantau, dalam melaksanakan kegiatan perkuliahan offline dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Beberapa di antaranya adalah ketakutan tidak mendapatkan circle pertemanan, ketakutan tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dosen saat perkuliahan, khawatir pakaian yang dikenakan tidak sesuai dengan teman-temannya, hingga khawatir menambah beban bagi orang tua karena kebutuhan biaya yang semakin besar. Berdasarkan hal tersebut, dapat kita lihat bahwa perkuliahan offline membutuhkan kesiapan fisik, mental, dan finansial yang matang. Masuknya varian virus COVID-19, yakni omicron, ke Indonesia baru-baru ini semakin membuat banyak mahasiswa ragu untuk ikut dalam pelaksanaan perkuliahan offline. Berdasarkan data tanggal 19 Januari 2022, kasus aktif COVID-19 di Indonesia tercatat sebesar 10.796. Jumlah tesebut naik sebesar 1.232 dibandingkan hari sebelumnya. 

Mahasiswa yang mendukung kebijakan perkuliahan offline juga dilatarbelakangi oleh berbagai pendapat dan alasan. Pendapat yang paling sering dikemukakan adalah tidak maksimalnya perkuliahan online sehingga pehamanan mahasiswa juga tidak begitu baik. Terdapat banyak distraksi dalam pelaksanaan perkuliahan online, misalnya mati listrik dan jaringan internet yang tidak stabil. Kondisi di lingkungan sekitar juga sangat memengaruhi proses pembelajaran. Beberapa distraksi yang sering muncul dari lingkungan sekitar adalah ramainya suara anak-anak tetangga yang sedang bermain, suara penjual jajanan seperti roti hingga tahu bulat, dan kedatangan tamu atau tukang paket di sela-sela kelas. Pembelajaran yang membutuhkan praktik secara langsung juga tidak dapat dilaksanakan pada perkuliahan online. Kondisi yang tidak kondusif dan tidak adanya pembelajaran praktik secara langsung kemudian berimplikasi terhadap penerimaan materi yang tidak maksimal. 

Interaksi antar sesama teman dalam pelaksanaan kuliah online juga sangat terbatas. Aktivitas yang mendukung soft skill mahasiswa seperti diskusi dan berorganisasi juga sangat terhambat. Hambatan-hambatan ini tak jarang mengakibatkan stres bagi mahasiswa. Banyak di antara mereka yang juga merasa kesepian karena tidak memiliki teman bercerita. Salah satu dampak yang mungkin dirasakan oleh mahasiswa adalah double stress yang berasal dari aktivitas perkuliahan yang sudah melelahkan ditambah dengan tidak adanya lingkungan dan support system yang baik. 

Pelaksanaan perkuliahan online yang sudah hampir berjalan dua tahun ini sebenarnya mengakibatkan mahasiswa kehilangan momen-momen penting. Beberapa momen yang tidak bisa dirasakan mahasiswa di antaranya kegiatan orientasi mahasiswa, malam keakraban, hingga kegiatan penelitian lapangan. Meskipun perkuliahan offline yang sudah direncanakan belum bisa mengakomodir kegiatan dengan banyak orang, perkuliahan offline setidaknya dapat memberikan pengalaman dan suasana baru bagi mahasiswa. Bagi mahasiswa yang sejak awal semester melaksanakan perkuliahan online, ini dapat menjadi kesempatan untuk merasakan pengalaman menjadi mahasiswa sesungguhnya. 

          Keputusan mendukung atau menolak kebijakan perkuliahan offline pada akhirnya kembali pada diri kita masing-masing. Setiap individu memiliki prioritas pertimbangannya masing-masing. Hal yang paling penting adalah kembali kepada niat awal kita menjalani perkuliahan. Tidak masalah online ataupun offline, yang penting segala sesuatunya dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Berbagai hal yang membuat kita ragu dapat kita hiraukan dan fokus dengan tujuan kita untuk mencari ilmu dan kebermanfaatan. Keputusan teman-teman yang tetap bertahan berkuliah online di zona nyaman dengan ditemani keluarga bukanlah suatu keputusan yang salah. Begitu pula dengan keputusan mereka yang memiliih untuk berkelana mencari pengalaman baru dengan merantau untuk mengikuti perkuliahan offline

Penulis:

Desnanda Luklu Chusnia

Daftar Pustaka

Collegemenfess, 2022, Siap kuliah offline?/ Twitter, 19 Januari, diakses pada 19 Januari 2022, (https://twitter.com/collegemenfess/status/1483647421939064833)

covid19.go.id. (2022). Data Vaksinasi COVID-19 (Update per 19 Januari 2022). Diakses pada 19 Januari 2022 https://covid19.go.id/artikel/2022/01/19/data-vaksinasi-covid-19-update-19-januari-2022

Statista Research Department. (2021). Leading Countries Based on Number of Twitter Users As of October 2021. Diakses pada 19 Januari 2022 https://www.statista.com/statistics/242606/number-of-active-twitter-users-in-selected-countries/

Statista Research Department. (2021). Breakdown of Social Media Users By Age and Gender Indonesia 2021. Diakses pada 19 Januari 2022 https://www.statista.com/statistics/997297/indonesia-breakdown-social-media-users-age-gender/


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.