Diskusi Internal atau DISIN merupakan salah satu progam kerja yang menjadi wadah bagi anggota divisi Pengkajian Isu Global (PIG) untuk bertukar pikiran dan berpendapat terhadap polemik yang sedang terjadi dimasyarakat. Pada periode ini DISIN  kembali diadakan pada Sabtu, 4 Mei 2024. DISIN mengangkat tema pajak karbon dan kendaraan listrik di Indonesia.  Artikel dibawah merupakan hasil pemikiran pembicara melalui hasil diskusi. Penasaran dengan hasil diskusinya? Yuk simak artikel berikut! 

“Pajak Karbon dan Kendaraan Listrik di Indonesia: Solusi atau  Kontroversi?”

 

Akhir-akhir ini kesadaran masyarakat terhadap perubahan iklim dan aksi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca meningkat. Tidak heran banyak negara mengeluarkan solusi untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan seperti pajak karbon dan kendaraan listrik. Namun, apabila upaya ini diterapkan di Indonesia yang dikenal negara kepulauan yang besar dengan jumlah penduduk tinggi dan memiliki pertumbuhan ekonomi pesat maka menimbulkan dampak secara dua sisi, yaitu suatu solusi atau kontroversi.

Sumber : https://komitmeniklim.id/

Pajak karbon merupakan jenis pajak atas polusi yang dikenakan pada penggunaan bahan bakar fosil untuk memperbaiki kegagalan pasar yang timbul akibat eksternalitas negatif seperti perubahan iklim dan polusi udara (Ratnawati, 2016).  Pajak karbon berfungsi untuk menekan dampak negatif emisi gas rumah kaca melalui kompensasi yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Keuntungan atas Pajak karbon dapat digunakan sebagai modal valuasi ekonomi di Bumi yang terdegradasi akibat emisi karbon yang meningkat atau kebutuhan atas suatu riset teknologi mengenai lingkungan. Skema khusus dalam pengelolaan yang dibedakan dengan pajak yang lain perlu diterapkan sehingga hasil akumulasi nominal uang dapat digunakan dengan semestinya.

Penerapan pajak karbon dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor berupa perkembangan teknologi, tuntutan masyarakat, dan kondisi masyarakat global. Keterbukaan pikiran masyarakat terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim memngaruhi dukungan kebijakan penerapan pajak karbon ini. Kemajuan teknologi untuk menerapkan energi terbarukan mampu mempengaruhi relevansi dan efektivitas pajak karbon. Lalu apa tanggapan terhadap sebuah pajak karbon apabila diterapkan?

Sumber : https://www.hukumonline.com/

Pajak karbon dapat secara ideal diterapkan di perusahaan atau industri besar yang mengeluarkan emisi tinggi karbon, tidak ditujukan kepada seluruh masyarakat. Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang di dalamnya mengatur salah satunya mengenai pajak karbon. Namun demikian, tarif yang diterapkan di pajak karbon dianggap masih terlalu rendah dibandingkan rekomendasi dari Bank Dunia dan International Monetary Fune (Maghfirani dkk, 2022). Penentuan waktu atas pemberlakukan kebijakan pajak menjadi hal yang perlu diperhatikan. Menimbang kondisi tersebut mampu mengganggu kondisi perekonomian seperti kenaikan harga jual barang atau jasa yang memerlukan karbon dalam proses produksinya. Pajak karbon perlu mempertimbangkan dampak terhadap masyarakat ekonomi rendah karena menurut Ratnawati (2016), terdapat kritik mengenai desain kebijakan yang tidak membebani secara proporsional rumah tangga berpendapatan rendah.

Selain penerapan pajak karbon, seluruh masyarakat dapat melakukan aksi nyata dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Beberapa alternatif faktual, yaitu melalui penggunaan transportasi umum dan kendaraan listrik. Pemerintah perlu andil dalam melakukan hal-hal tersebut. Sistem integrasi mengenai transportasi umum dan pembentukan pola pikir positif masyarakat terhadap kendaraan listrik menjadi hal yang perlu didiperhatika. Kondisi tersebut memiliki harapan agar masyarakat dapat menekan persebaran emisi gas rumah kaca sesuai dengan baku mutu atau target yang telah ditentukan.

Sumber : http://ww25.lingkuphukum.co/

       Penggunaan kendaraan listrik dapat menjadi solusi dalam mengurangi emisi karbon pada sektor transportasi. Seperti yang diketahui jika sektor transportasi menyumbang 27% dari carbon footprint total di seluruh dunia (Marcell dan Anondho, 2023), sehingga sektor transportasi bertanggungjawab atas sebagian besar emisi gas rumah kaca. Penerapan kendaraan listrik cenderung lebih efisien terhadap penggunaan energi dibandingkan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil.   Namun, penerapan ini masih menjadi perdebatan mengingat peralihan ke energi listrik dianggap memiliki biaya yang besar bagi masyarakat kurang mampu dan menjadi tantangan pemertahanan GDP (Gross Domestic Product).  Industri lokal terkait pada sektor produksi dan penjualan kendaraan bermotor konvensional terganggu sehingga mempengaruhi lapangan kerja dan kontribusi industri otomotif terhadap GDP.

Berbagai pandangan terkait solusi atau kontroversi dari pajak karbon dan kendaraan listrik terkait menjadi hal hal yang perlu  diperhatikan guna mewujudkan pengurangan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Selain itu dampak ekonomi menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan pada kebijakan ini. Seluruh elemen masyarakat dan pemerintah harus bekerjasama guna mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca.

 

Daftar pustaka 

Ratnawati, D. (2016). Carbon Tax Sebagai Alternatif Kebijakan Mengatasi Eksternalitas Negatif Emisi Karbon di Indonesia. Indonesian Treasury Review , 53-67.

Marcell., & Anondho, B. Analisis Jumlah Carbon Footprint Semen pada Pekerjaan Plester Dinding Proyek Rumah Tinggal.(2023).Jurnal Mitra Teknik Sipil, 6(4), 333-342

Maghfirani, H. N., Hanum, N., & Amani, R. D. (2022). Analisis Tantangan Penerapan Pajak Karbon Di Indonesia. Juremi: Jurnal Riset Ekonomi, 1(4), 314-321.

 


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.