Persami Juli: Perubahan Pasar Ekonomi Jual Beli

Masa Depan Transaksi Dagang Online dan Offline di Indonesia

 Anastasya Egidia A.

 Irvan Wahyu Muhammad

 

Kondisi Pasar Online dan Offline di Indonesia

Manusia secara harfiah merupakan makhluk ekonomi yang selalu ingin  memenuhi kebutuhan hidup. Tentu saja hal yang dilakukan adalah transaksi jual beli sesuatu baik barang atau jasa. Aktivitas transaksi yang dilakukan pada beberapa dekade ini telah mengalami pergeseran dari metode off site ke metode on site. Perkembangan pasar online di Indonesia mulai merebak di awal tahun 2000 atau setidaknya ketika gawai telah populer digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Terus, gimana sih, tren pertumbuhan pasar online saat ini? Berdasarkan informasi yang dipublikasikan oleh Tempo pada tahun 2022, pengguna e-commerce di Indonesia diproyeksikan akan terus meningkat, serupa dengan hasil visualisasi dalam grafik berikut.

Kenaikan jumlah pengguna E-commerce di Indonesia hingga 2024

Sumber: data.tempo.co (2020)

Jumlah pengguna tertinggi diproyeksikan terjadi pada tahun 2024 sebesar 189,6 juta atau 2 dari 3 bagian total penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah ini pun didukung oleh penelitian yang dipublikasikan oleh Binus University pada tahun 2019 bahwa 60,5% penduduk Indonesia memilih pembelian secara online daripada offline.

Terdapat beberapa alasan yang mengakibatkan banyak masyarakat memilih metode pembelian secara online daripada offline, antara lain lebih efisien, banyak promo yang ditawarkan, dan harga yang cenderung lebih miring. Siapa tuh yang selalu nungguin promo jam 00.00? Selain itu, metode online sangat cocok untuk sobat mageran dan introvert yang tidak nyaman berinteraksi dengan orang lain. Pengaruh ini yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat untuk berbelanja secara offline.

Proses interaksi jual beli secara online memang menguntungkan dari segi waktu dan tenaga meskipun terdapat beberapa hal yang menjadi penghambat. Beberapa hal yang menjadi kelemahan pasar online antara lain, persaingan yang ketat, kredibilitas barang atau jasa yang diragukan, dan sangat bergantung pada koneksi internet serta chat dari pacar (syarat dan ketentuan berlaku) yang terkadang dapat mengacaukan persepsi ketika akan membeli suatu barang. Persepsi didefinisikan sebagai suatu kondisi dari ketidakpastian yang dihadapi oleh konsumen dalam memperkirakan konsekuensi di masa yang akan datang terkait keputusan dalam membeli suatu produk atau jasa (Istiqomah dkk, 2021).

 

Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap Perubahan Pasar

Ketidakpastian yang ditimbulkan dari transaksi di pasar online ternyata tidak selalu memberikan dampak yang buruk. Setidaknya saat memasuki awal tahun 2020 atau ketika Pandemi Covid-19 telah masuk di Indonesia paradigma pembelian barang dan jasa di Indonesia mulai bergeser. Hal ini juga disebabkan oleh kebijakan lockdown yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia demi menekan laju penyebaran Covid. Masih inget gak sih, yang katanya libur 2 minggu eh malah jadi 2 tahun itu?

Survei sederhana yang dilakukan oleh Kumparan menampilkan visualisasi bahwa pada semester 1 tahun 2020 terdapat 63,6% total masyarakat Indonesia yang melakukan belanja online, sedangkan pada semester 2 tahun 2020 terjadi peningkatan mencapai 69,1%. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa pandemi memiliki implikasi yang besar bahkan mampu mempercepat transisi dari transaksi jual beli dari offline ke online hingga saat ini.

 

Preferensi Metode Belanja Responden JAKPAT

Sumer: Kumparan.com (2020)

 

Pembatasan Jual Beli di Social-Commerce dan Implikasinya

Sudah bukan rahasia lagi, urusan jual beli online sekarang merajai gaya hidup kita. Kita bisa dengan mudah dapat barang yang kita inginkan tanpa harus keluar rumah, dengan harga yang lebih bersahabat dibandingkan belanja konvensional. Penjual juga merasa senang karena bisa menawarkan berbagai diskon menggiurkan untuk menarik perhatian pelanggan. Siapa, sih, yang bisa nolak barang diskon? Sebut saja Shopee, yang selalu punya acara-acara heboh dan tanggal kembar yang ditunggu-tunggu. Dan Shopee ini cuma salah satu dari banyak platform belanja online yang ada, baik yang lokal maupun yang datang dari luar negeri.

Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga

Sumber: indopolitika.com (2019)

Tapi ada satu hal yang lagi hangat dibahas, yakni soal pernyataan Wakil Menteri Perdagangan RI yang ngeklaim kalau media sosial harus dipisahkan dari marketplace. “Kemendag lagi merombak peraturannya, dan akan melarang hal ini (marketplace di media sosial, social-commerce sebutannya) dengan tegas,” ujar Jerry Sambuaga dalam wawancara di Gedung MPR/DPR RI pada tanggal 13 September lalu. Tentunya semua wajah langsung mengarah ke Tiktok, platform yang awalnya dikenal sebagai tempat para kreator konten untuk mengunggah video pendek berdurasi 3-10 menit.

Sesi live selling-shopping yang marak di Tiktok

Sumber: duniafintech.com (2022)

Meskipun Tiktok selama ini lebih dikenal sebagai platform media sosial, tapi siapa sangka, perusahaan asal Tiongkok ini tiba-tiba berekspansi ke dunia belanja online setelah melihat potensi besar di Indonesia. Kini, kita bisa menemukan berbagai produk di Tiktok, dengan penjual yang bermacam-macam, mulai dari pedagang kecil sampai distributor besar. Tapi yang bikin kaget adalah perkembangan ini ternyata berdampak pada sepinya pasar belanja langsung. Misalnya, Tanah Abang, pusat perbelanjaan terbesar dan tertua di Jakarta, yang kini terkena dampaknya. Annie, seorang pedagang pakaian Muslim di sana, mengungkapkan bahwa penjualannya anjlok hingga 80 persen dalam dua bulan terakhir. Semua ini dimulai sejak pandemi COVID-19, yang membuat kita semua beralih ke belanja online demi menghindari kontak fisik, dan ditambah lagi perkembangan pesat belanja online yang semakin memperparah situasinya.

Kios yang tutup mendominasi pemandangan belakangan ini di Pasar Tanah Abang

Sumber: radaraktual.com (2023)

Yang pasti perdebatan masih berlanjut soal sejauh mana seharusnya media sosial dan belanja online ini digabungkan. Pendapatnya bervariasi. Ada yang bilang integrasi ini bisa meningkatkan pengalaman pengguna, tapi ada juga yang khawatir tentang penyalahgunaan dan gangguan di dunia sosial online. Dalam menghadapi perdebatan ini, satu hal yang jelas adalah perlunya aturan dan etika yang tepat untuk memastikan batasan antara media sosial dan belanja online sesuai dengan misi masing-masing platform. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan dan kelangsungan pertumbuhan industri yang sedang bergeliat ini.

 

Tantangan dan Peluang di Masa Depan

Dunia perdagangan di Indonesia, baik dalam ranah daring maupun konvensional, tengah menghadapi berbagai perubahan yang mencerminkan pergeseran dalam perilaku konsumen dan strategi bisnis. Pasar daring di Indonesia tumbuh pesat berkat internet dan gawai yang makin mudah dijangkau. Tapi persaingannya juga sengit, baik dari pelaku lokal maupun internasional. Mereka harus terus berinovasi, tawarkan layanan yang kompetitif, dan bangun kepercayaan konsumen di tengah perubahan tren belanja yang bergerak cepat.

Di sisi lain, pasar konvensional di Indonesia juga masih punya nama, terutama untuk produk tradisional dan layanan yang butuh interaksi langsung antara penjual dan konsumen. Meskipun begitu ada tantangan juga lho, seperti biaya operasional yang tinggi, termasuk sewa toko dan gaji karyawan. Selain itu, pergeseran pola belanja konsumen ke arah belanja daring juga bikin toko fisik kurang ramai.

Adaptasi dan inovasi adalah kunci agar usaha dapat tetap eksis. Pengusaha harus pahami betul apa yang konsumen inginkan, manfaatkan teknologi, dan berikan mereka pengalaman berbelanja yang menarik. Kerja sama antara sektor daring dan konvensional juga penting, misalnya lewat strategi omnichannel, yang bisa menciptakan sinergi dan integrasi yang bermanfaat untuk keduanya (Yanuardi, 2016). Pemerintah juga punya peran penting dalam perancangan regulasi dan kebijakan. Aturan yang dibuat harus bersifat adil baik untuk penjual dan pembeli. Dengan begitu, baik pasar daring maupun konvensional bisa terus tumbuh dan berkontribusi bagi perekonomian Indonesia yang terus berkembang.

 

Referensi

Binus University. (2020). Inilah Perilaku Belanja Online di Indonesia. Article/News. https://binus.ac.id/bandung/2019/08/perilaku-belanja-online-di-indonesia/. [Diakses pada 15 September 2023]

CNBC Indonesia (2023). Media Sosial Dilarang Gabung Ecommerce, TikTok Shop Bye?. Tech. Media Sosial Dilarang Gabung Ecommerce, TikTok Shop Bye? (cnbcindonesia.com). [Diakses pada 15 September 2023]

CNN Indonesia. (2023). Jerit Soleh dan Pedagang Pasar Tanah Abang Sepi “Terbunuh” TikTok Shop. Bisnis. Jerit Soleh dan Pedagang Pasar Tanah Abang Sepi ‘Terbunuh’ TikTok Shop (cnnindonesia.com). [Diakses pada 15 September 2023]

Istiqomah, L., & Usman, U. (2021). Pengaruh Online Customer Review, Kepercayaan, Dan Persepsi Risiko Terhadap Keputusan Pembelian Dengan Minat Beli Sebagai Variabel Intervening (Studi Terhadap Mahasiswa Pengguna Platform Pasar Online). Jurnal Akuntansi, Ekonomi Dan Manajemen Bisnis, 1(1), 76-88.

Yanuardi, A. W., Wahyudi, W. T., & Nainggolan, B. (2016). Analisis omnichannel customer experience maturity di PT Telekomunikasi Indonesia. Jurnal Manajemen Indonesia, 16(2), 81-94.