WISUDA MENJADI INDIKASI PUNGLI?

 

Beberapa minggu terakhir, perbincangan wisuda pada tingkat TK, SD, SMP, dan SMA menjadi sorotan di media sosial. Sebagian warganet berpendapat bahwa kegiatan wisuda sebaiknya hanya dilaksanakan pada tingkat perguruan tinggi saja. Dilansir dari Pramborsfm, tidak bisa dimungkiri bahwa beberapa orang tua mengeluhkan pelaksanaan pelepasan siswa karena menambah biaya pengeluaran untuk mempersiapkan pakaian yang dikenakan, sewa gedung, maupun untuk makanan yang disajikan dalam wisuda. Selain itu, wisuda pada tingkat sekolah dianggap kurang memiliki arti penting karena prosesi ini dilaksanakan pada kelulusan setiap jenjang pendidikan.

Wisuda sejatinya merupakan upacara perayaan yang diadakan oleh perguruan tinggi untuk memberikan penghormatan kepada mahasiswa yang berhasil menyelesaikan program studi dan memperoleh gelar akademik. Pada mulanya, penggunaan toga dan jubah wisuda menunjukkan pembeda bagi seseorang yang sudah menyelesaikan pendidikan dan masyarakat awam. Saat wisuda perkuliahan, kita tidak asing dengan tali toga yang dipindahkan dari kiri ke kanan. Menurut Detik, hal tersebut memiliki makna bahwa bagian kiri diibaratkan sebagai otak kiri yang berfungsi sebagai dalam berpikir kritis dan berlogika dalam menyerap materi selama kuliah. Perpindahan tali ke kanan merepresentasikan perubahan status mahasiswa menjadi anggota masyarakat dan mampu menerapkan materi yang sudah dipelajari kepada kepada masyarakat.

Dengan makna simbolis tersebut, pelaksanaan wisuda sudah semestinya merupakan kegiatan upacara sakral dan bukan sebagai ajang unjuk gigi suatu sekolah maupun adu kemewahan wisuda. Hal tersebut diperparah dengan berbagai siswa yang rela merogoh kocek tinggi untuk penampilan mereka saat wisuda. Contohnya untuk menyewa jasa rias, hair do, serta peminjaman kebaya maupun setelah jas yang jika dijumlah bisa mencapai ratusan ribu.

Oleh sebab itu, hal mengenai wisuda dapat memicu permasalahan. Tak sedikit wargaanet yang kontra mengenai wisuda tersebut. Berbeda dengan bangku SMA yang telah memasuki kehidupan remaja dan sudah mengenal apresiasi diri. Mereka beranggapan bahwa wisuda pada jenjang TK,SD, bahkan SMP tidak terlalu diperlukan. Kebanyakan siswa TK,SD, dan SMP belum mengenal apresiasi diri. “Seharusnya penerimaan ijazah dan acara perpisahan saja” begitulah ucap warganet.

“Orang tua sudah pusing mencari dana agar bisa sekolah ke jenjang lebih lanjut tidak perlu ditambah bebannya dengan uang wisuda dan kegiatan lainnya yang tidak berkaitan dengan pendidikan” ujar Ubaid, melansir Republika Kamis, (15/06/2023). Dengan adanya wisuda membuat para wali murid harus mengeluarkan biaya tambahan yang hanya untuk kegiatan satu hari saja.

Wisuda awalnya adalah kegiatan yang opsional, namun kebanyakan sekolah membuat kegiatan tersebut bersifat wajib sehingga orang tua mau tidak mau harus mengeluarkan biaya. Jika diwajibkan bahkan dipaksa ikut serta, kegiatan wisuda dapat diindikasikan sebagai pungli atau pungutan liar. Hal tersebut tercantum pada UU Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016, dimana komite sekolah mengatur batas-batas penggalangan dana yang boleh dilakukan komite sekolah. Yang berarti jika terdapat kegiatan yang memerlukan dana dari orang tua terutama dalam jumlah yang banyak, komite sekolah harus berdiskusi dengan orang tua mengenai penggalangan dana, terlebih lagi kegiatan tersebut bersifat non-akademik.

SUMBER

https://www.pramborsfm.com/news/dianggap-beratkan-biaya-warga-minta-kemendikbud-larang-wisuda-tk-sma

https://www.viva.co.id/amp/edukasi/1609455-kemendikbud-ristek-tanggapi-soal-wisuda-murid-tk-hingga-sma?page=2

https://ameera.republika.co.id/berita//rw8m15414/beratkan-orang-tua-kemendikbudristek-diminta-tegas-larang-wisuda-di-tingkat-tk-sma