Usia 20-an merupakan suatu titik yang penting bagi kebanyakan individu yang beralih dari usia anak atau remaja menjadi dewasa dalam konteks angka. Rasa antusias menjadi hal yang ditunggu-tunggu saat pergantian angka usia. Hal ini disebabkan oleh semakin luasnya kesempatan untuk mencoba hal-hal baru di bangku pendidikan, pekerjaan, masyarakat sosial, dan bidang lainnya. Akan tetapi, rasa cemas juga terkadang mengiringi bertambahnya usia karena waktu yang semakin berkurang di dunia. Kecemasan lain juga dapat terjadi karena pikiran akan tekanan bertambahnya tanggung jawab atau pencarian jati diri. Pencarian jati diri bahkan dapat berujung pada perasaan hidup tidak bermakna karena tujuan hidup yang stagnan atau belum tentu arah.
Gambar 1 Quarter Life Crisis
Sumber: Amartha.com
Fase tersebut dapat disebut sebagai fase quarter life crisis atau krisis di usia seperempat abad (Atwood dan Scholtz, 2008 dalam Rahmania dan Tasaufi, 2020). Fase psikologis ini sering dialami oleh individu yang tengah berada di usia dewasa awal. Masalah yang dihadapi pada fase ini dapat berupa perasaan khawatir atas ketidakpastian mimpi dan harapan, tantangan kepentingan akademis, agama dan spiritualitas, serta kehidupan pekerjaan (Nash dan Murray, 2010). Fase ini biasa dialami oleh seseorang dengan rentang usia 18-29 tahun atau disebut dengan tahap emerging adulthood. Istilah emerging adulthood ini memiliki makna bahwa individu dianggap sudah harus melepaskan masa remaja, tetapi belum memasuki fase untuk mengemban tanggung jawab yang biasa dilakukan oleh orang dewasa secara penuh (Arnett, 2000 dalam Rahmania dan Tasaufi, 2020). Oleh karena itu, usia ini merupakan usia transisi yang identik dengan pencarian jati diri dan ketidakpastian.
Banyak jalan mampu ditempuh untuk meredakan rasa cemas berlebihan yang sering disebut dengan overthinking dan rasa rendah diri atau insecure. Salah satu jalan yang digandrungi oleh kawula muda saat ini ialah mencari pelipur melalui hiburan sang idola seperti drama, lagu, buku, vlog, dan berbagai media hiburan lainnya. Selain bersifat menghibur (entertaint), ada kalanya media tersebut seolah berperan menjadi teman untuk mencurahkan keluh kesah yang mampu memahami perasaan yang sedang kalut. Dari sekian banyaknya media hiburan, salah satu penyanyi sekaligus penulis lagu (songwriter) solo asal Korea Selatan mampu memanfaatkan potensi profesinya sebagai sarana untuk mencurahkan isi hati yang memikat pendengar karena terasa dekat dan relate dengan kebanyakan orang. Ia adalah Lee Ji-Eun atau biasa dikenal dengan nama panggung IU.
Gambar 2 Tampilan Video Musik Palette oleh IU feat. G-Dragon
Sumber: Youtube 1theK (https://youtu.be/d9IxdwEFk1c)
IU memiliki cara tersendiri dalam menghadapi beberapa titik atau fase usia di masa pendewasaannya. Ia menulis dan menyanyikan beberapa lagu berdasarkan usia. Hal ini sesuai dengan pernyataannya pada wawancara dengan Yoo Jae-suk di You Quiz on The Block 3. Hingga hendak memasuki usia 30-an tahun, penyanyi kelahiran tahun 1993 ini telah merilis tiga seri lagu yang memiliki makna lirik di usia 20-an. Seri pertama ialah Twenty-Three di usia 23 tahun, kedua ialah Palette di usia 25 tahun dan ketiga ialah Eight di usia 28 tahun. Hal menarik akan ditemukan jika lirik dari ketiga lagu tersebut diinterpretasikan secara mendalam.
Gambar 3 Wawancara IU dengan Yoo Jae-suk di You Quiz on The Block 3
Sumber: Youtube tvN D Indonesia (https://youtu.be/LvkiBLotwmk)
Gambar 4 Tampilan Video Musik Twenty-Three
Sumber: Youtube tvN D Indonesia (https://youtu.be/LvkiBLotwmk)
Salah satu lagu yang menarik untuk dicermati ialah lirik lagu Palette oleh IU feat. G-Dragon. Setelah makna kebingungan dan kecemasan pada interpretasi lirik lagu Twenty-Three, lirik pada lagu Palette ini memiliki interpretasi penerimaan proses pendewasaan. Penerimaan tentang bagaimana cara untuk mengenal diri sendiri apa adanya, melakukan hal-hal yang disukai dan menerima kenyataan bahwa hubungan interpersonal atau bersosial tidak selalu dapat berjalan mulus. Hal ini dikarenakan lingkungan yang berada di luar kendali diri, yakni orang-orang di sekitar tidak semuanya akan menyukai diri kita sendiri. Terlihat dalam diksi lirik yang menyatakan bahwa IU mengetahui bahwa ada orang yang menyukai dan tidak menyukai dirinya. Lirik tersebut tentunya juga dialami oleh hampir kebanyakan individu, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna.
I like it. I’m twenty five. I know you like me. I got this. I’m truly fine. I think I know a little bit about myself now.
I like it. I’m twenty five. I know you hate me. I got this. I’m truly fine. I think I know a little bit about myself now.
Gambar 5 Tampilan Video Musik Palette oleh IU feat. G-Dragon
Sumber: Youtube tvN D Indonesia (https://youtu.be/LvkiBLotwmk)
Selain itu, lirik lagu pada bagian rap G-Dragon di Video Musik Palette juga menunjukkan gambaran usia 25 tahun dari sudut pandang seorang G-Dragon yang telah berusia 30-an tahun pada saat lagu dirilis tahun 2017 silam. Bahwasanya usia 25 tahun atau seperempat abad ialah usia muda yang penuh dengan hal-hal untuk dipelajari walaupun tidak mudah. Pesan yang disampaikan kepada pendengar adalah bagaimana kita bisa menjadi diri sendiri agar mampu bersinar dan menjalani kehidupan dengan baik.
Things are hard because you’re young.
Everything hurts because of the nagging.
You’re a child who always got scolded.
You just got past your early 20s.
The joy didn’t last long.
They say it hurts because it’s youth.
Jieun, let me tell you, I just turned 30.
I’m not ready, but I’ve become a grownup.
I still have a lot to learn.
I’m only 5 years older than you are.
Above 20, under 30 around there, right there.
You’re not a grownup, not a child. You’re just you. That’s when you shine the most.
Gambar 6 Tampilan Video Musik Eight
Sumber: Youtube tvN D Indonesia (https://youtu.be/LvkiBLotwmk)
Upaya yang dilakukan oleh IU merupakan cara self compassion dalam menghadapi quarter life crisis yang dialaminya dan Ia bagikan melalui karyanya. Self compassion adalah strategi regulasi emosi yang dengan sadar menerima kegagalan dan kekurangan diri sebagai bagian dari pengalaman setiap individu (Nabila, 2020). Hal ini dapat menjadi sarana menuangkan isi berbagai pikiran dari kepala bagi IU dan menjadi obat pereda bagi pendengarnya. Oleh karena itu, masa krisis yang dialami oleh kebanyakan kawula muda di saat teknologi dengan mudah berkembang ini dapat dilewati dengan berbagai cara. Salah satu caranya ialah dengan menuangkan pikiran berlebihan melalui karya yang dapat dipublikasikan melalui berbagai media dan menikmati banyaknya karya sebagai sarana untuk menerima proses pendewasaan.
- Aldina Noer Azizah
DAFTAR PUSTAKA:
Nabila, A. (2020). Self Compassion: Regulasi Diri untuk Bangkit dari Kegagalan dalam Menghadapi Fase Quarter Life Crisis. Jurnal Psikologi Islam, 7(1), 23-28.
Nash, R. J. and Murray, M.C. (2010). Helping College Studentd Find Purpose: The Campus Guide to Meaning-Making. San Fransisco: Jossey Bass.
Rahmania, F. A., & Tasaufi, M. N. F. (2020). Terapi kelompok suportif untuk menurunkan quarter-life crisis pada individu dewasa awal di masa pandemi covid-19. Psisula: Prosiding Berkala Psikologi, 2, 1-16.
0 Comments