Si Komo Lewat Lagi dan Jalanan yang Macet Kembali
Sumber: https://youtu.be/wH_KQfnOvJE?si=OpwgVWNe-wG3GNeI
Kemacetan di kawasan urban DIY semakin menjadi-jadi. Segala jenis permasalahan turut menjadi biang kerok dari kemacetan di kawasan ini. Apa yang diperlukan oleh pemerintah untuk bisa mengurangi kemacetan ini?
Sepulang dari kelas sore, seringkali kita dihadapkan oleh rasa lelah dan kemacetan yang parah. Kemacetan parah juga dapat menyulut kembali emosi kita yang sebelumnya sudah panas karena ditekan beban akademik. Mungkin bagi mahasiswa dan pekerja yang berkantor dan bertempat tinggal di kawasan urban Jogja, kemacetan sudah menjadi asupan sehari-hari baik itu pada hari kerja maupun pada akhir pekan.
Sebuah fenomena yang mencirikan daerah urban dapat ditemukan di DIY, fenomena tersebut adalah peristiwa aglomerasi. Aglomerasi merupakan peningkatan konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial karena lokasi yang berdekatan. Berdasarkan definisi tersebut maka aglomerasi dapat dilihat sebagai penyatuan titik-titik pusat ekonomi karena kedekatannya (Kuncoro, 2006). Di Provinsi DIY, aglomerasi terjadi di Kota Yogyakarta dan 2 kabupaten di sekitarnya, yakni Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Aglomerasi tersebut memunculkan wilayah metropolitan Kartamantul yang merupakan singkatan dari Yogyakarta-Sleman-Bantul. Lalu, apa hubungan dari aglomerasi dan kemacetan yang terjadi?
Aglomerasi telah menyatukan berbagai sektor ekonomi yang beragam ke dalam satu kelompok area. Sektor ekonomi yang dapat diamati dalam wilayah Kartamantul diisi oleh sektor jasa yang beragam mulai dari perdagangan, hospitality, dan pariwisata. Berdasarkan hal tersebut, sudah mulai terbayangkan hal apa yang bisa terjadi ketika seluruh pusat perhatian berada pada satu wilayah yang sama. Ya! kemacetan yang parah di koridor utama.
Kemacetan secara jelas dapat teramati di koridor-koridor utama di kawasan perkotaan Kartamantul. Koridor utama seperti Jalan Solo, Jalan Wates, Jalan Wonosari, dan Jalan Ringroad yang merupakan jalan nasional juga terkadang kewalahan karena volume kendaraan yang membludak, terutama pada akhir pekan. Kemacetan juga menghantui koridor lokal seperti Koridor Goedan, Koridor Kaliurang, dan Koridor Bantul. Aktivitas komersial dan pariwisata yang menempati koridor tersebut juga turut andil dalam kemacetan karena setiap ada kendaraan keluar-masuk dari kawasan komersial yang ada, seringkali lalu lintas harus berhenti sejenak dan menyebabkan penumpukan kendaraan (Falah & Zakiah, 2021). Terdapat juga koridor yang menjadi pusat kegiatan di jantung Kota Jogja seperti Jalan Malioboro. Kemacetan di koridor tersebut sudah sangat lumrah karena merupakan salah satu pusat pariwisata dan ekonomi Kota Jogja (Fatimah dkk, 2022).
Beberapa upaya telah dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Jogja dan dinas terkait di Kabupaten sekitarnya. Rekayasa dan pengaturan lalu lintas agar aliran kendaraan semakin lancar dinilai mudah untuk diterapkan. Selain itu, optimalisasi kawasan parkir agar tidak mengganggu aliran lalu lintas juga dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Jogja pada kawasan pariwisata yang ramai (Fatimah dkk, 2022).
Pemerintah dapat mengatasi kemacetan di Kawasan Aglomerasi DIY melalui beberapa langkah strategis. Pertama, memperluas jaringan transportasi dengan menambah rute dan titik perhentian di lokasi strategis. Kedua, meningkatkan layanan Trans Jogja dengan optimasi rute dan penambahan armada (Hapsari, 2019). Ketiga, memperbaiki dan memperluas infrastruktur jalan. Keempat, memanfaatkan teknologi manajemen lalu lintas untuk mengoptimalkan arus kendaraan. Kelima, bekerja sama dengan pemerintah daerah lain seperti Surakarta untuk pengembangan kawasan aglomerasi. Terakhir, mengelola penggunaan lahan dengan lebih efektif untuk mencegah konversi lahan yang dapat memperparah kemacetan (Valent dkk., 2021).
Perlu diketahui bahwa pelebaran jalan seringkali tidak efektif dalam mengatasi kemacetan karena adanya induced demand dan induced traffic. Peningkatan kapasitas jalan (induced demand) justru mendorong lebih banyak kendaraan untuk menggunakannya serta membuat perjalanan terasa lebih nyaman dan menarik. Selain itu, peningkatan kapasitas jumlah kendaraan (induced traffic) mendorong perubahan rute, waktu perjalanan, dan penggunaan moda transportasi, serta memicu perubahan penggunaan lahan yang meningkatkan jarak tempuh kendaraan. Akibatnya, kemacetan kembali terjadi, polusi meningkat, dan biaya pemeliharaan melonjak (Planetizen, 2024).
Trans Jogja memiliki peran penting dalam mengatasi kemacetan di Yogyakarta, namun efektivitasnya masih dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sebagai solusi, Trans Jogja menunjukkan manfaat melalui kerjasama publik-swasta, harga tiket terjangkau, integrasi dengan moda transportasi lain, serta peningkatan kualitas layanan. Namun, sejumlah hambatan masih ada, seperti kondisi armada dan shelter yang kurang memadai, rendahnya minat masyarakat, serta masalah manajemen (Wulandari, 2021).
Kesimpulan:
Kemacetan telah menjadi masalah yang serius di DIY, khususnya di kawasan aglomerasi Kartamantul. Kemacetan yang terjadi di kawasan tersebut jelas bukan disebabkan oleh Si Komo yang tiba-tiba lewat untuk melihat pembangunan yang merata. Namun, kemacetan di kawasan Kartamantul terjadi karena terfokusnya pembangunan dan pusat kegiatan di satu titik. Kondisi tersebut ditambah dengan meningkatnya penduduk yang berlalu-lalang dapat memperparah kemacetan. Pemerintah DIY telah memutar otak untuk mengurangi kemacetan yang sering terjadi. Namun, sampai saat ini masih perlu ada evaluasi terhadap strategi tersebut.
Referensi:
Falah, R. S., & Zakiah, A. (2021). Studi Kemacetan Kendaraan Bermotor di Koridor Godean.
Fatimah, S., Syakdiah, S., & Kusumawiranti, R. (2022). Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Kemacetan di Kota Yogyakarta (Studi Penelitian di Jalan Malioboro di JalanTentara Pelajar). Populika, 10(1), 24-41.
https://kartamantul.jogjaprov.go.id/about/
Kuncoro, M. (2006). Aglomerasi Perkotaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Unisia, (59), 3-18.
HAPSARI, S. (2019). Perencanaan Angkutan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (Studi kasus: Pelajar dan Mahasiswa di Kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Valent, C. G., Subiyanto, S., & Wahyuddin, Y. (2021). Analisis pola dan arah perkembangan permukiman di wilayah aglomerasi perkotaan Yogyakarta (APY)(Studi kasus: Kabupaten Sleman). Jurnal Geodesi Undip, 10(2), 78-87.
What Is Induced Demand? | Planetizen Planopedia (tlong ini dafpusnya gimana kesusu soale)
WULANDARI, I. (2021). EVALUASI KINERJA TRANS JOGJA SEBAGAI LAYANAN MOBILITAS MASYARAKAT DI KAWASAN PERKOTAAN YOGYAKARTA (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).