Oleh: Triyas Aji Sahputra dari Universitas Lambung Mangkurat
Sudah sekitar dua tahun lebih dunia diterpa badai pandemi Covid-19. Pandemi yang disebabkan oleh virus yang diduga berasal dari Wuhan tersebut telah menimbulkan banyak perubahan dalam tatanan kehidupan manusia. Seluruh aspek, tanpa terkecuali ikut merasakan dampak dari adanya pembatasan sosial secara besar-besaran kala itu. Ya, selama pandemi masyarakat melakukan Kerja Dari Rumah (WFH) dan hampir seluruhnya dilakukan secara daring. Hal ini, tentunya, menimbulkan berbagai pengaruh dalam dinamika kehidupan manusia, seperti naiknya angka pengangguran karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang disusul naiknya angka kemiskinan, kualitas pendidikan yang menurun, serta masih banyak lagi. Salah satu yang aspek yang terdampak adalah terkait isu lingkungan hidup.
Mengutip dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Facciolà, et al. (2021), pandemi Covid-19 setidaknya berpengaruh negatif sekaligus positif terhadap lingkungan. Adapun pengaruh negatifnya seperti bertambahnya limbah B3 yang berasal dari alat-alat medis, terjadinya kesalahan dalam pembuangan Alat Pelindung Diri (APD) sehingga mencemari lingkungan, berkurangnya aktivitas daur ulang, dan bertambahnya volume sampah perkotaan. Di samping itu, dampak positif yang ditimbulkan berupa naiknya kualitas udara karena berkurangnya pembakaran Bahan Bakar Minyak (BBM), transportasi, dan aktivitas industri, berkurangnya pencemaran sampah yang dibuang secara sembarangan, konsumsi sumber daya lebih terkendali, dan berkurangnya tekanan pada sektor pariwisata.
Salah satu isu lingkungan hidup selama pandemi adalah masalah perubahan iklim yang disebabkan oleh pencemaran udara. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK), tingkat pencemaran udara di kota-kota besar mengalami penurunan selama pembatasan sosial secara besar-besaran. Data-data tersebut dapat disajikan pada grafik di bawah ini:
Sebagai bangsa yang besar dan memiliki predikat paru-paru dunia, Indonesia turut berperan aktif dalam usaha menjaga dan memulihkan kualitas lingkungan hidup. Hal ini dibuktikan saat Indonesia turut menghadiri Konferensi Internasional Stockholm+50 pada tanggal 2-3 Juni 2022 yang diselenggarakan oleh PBB di Stockholm, Swedia dalam rangka memperingati 50 tahun United Nations Conference on the Environment, atau yang dikenal dengan Konferensi Stockholm 1972. Tema besar yang diambil dalam konferensi tersebut berkaitan erat dengan kehidupan pascapandemi, yaitu “A healthy planet for the prosperity of all – our responsibility, our opportunity.” Dunia internasional mendorong Indonesia untuk dapat berperan aktif dengan mengangkat isu perubahan iklim pada momen itu mengingat kepemimpinan Indonesia pada Presidensi G20 di tahun yang sama.
Pada konferensi itu juga dibahas kelangsungan lingkungan hidup pascapandemi setelah kurang lebih dua tahun badai pandemi menerpa yang menyebabkan pembangunan lingkungan hidup secara berkelanjutan menjadi terhambat. Pandemi juga menyebabkan konsumsi beberapa jenis sumber daya alam secara besar-besaran yang mengakibatkan maraknya eksploitasi yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan. Ya, walaupun di satu sisi pandemi telah menyebabkan berkurangnya konsumsi BBM di Indonesia bahkan di seluruh dunia, namun di sisi lain pandemi juga mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam lainnya. Salah satu contohnya adalah deforestasi hutan yang meningkat selama pandemi. Dilansir dari INPE (National Institute for Space Research), salah satu badan penelitian dari Brazil, pada bulan April 2020 laju deforestasi hutan hujan Amazon meningkat 64% lebih tinggi bila dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan deforestasi berlebihan selama pandemi ini disebabkan adanya regulasi pemerintah yaitu karantina wilayah yang menyebabkan pengawasan hutan semakin terhambat.
Pandemi Covid-19 juga menyisakan masalah lingkungan lain yang juga ikut dibahas pada konferensi tersebut, yaitu bencana limbah medis dan ancaman krisis iklim pascapandemi. Limbah medis adalah salah satu jenis limbah B3 yang harusnya dimusnahkan melalui metode insinerasi di rumah sakit. Limbah ini mencakup sarung tangan, jarum suntik, botol infus dan selangnya, masker, serta APD. Namun karena rumah sakit pada masa itu kewalahan dalam mengatasinya, banyak limbah medis yang hanya dibuang ke TPA bahkan ada yang dibuang di sembarang tempat. Padahal, jenis limbah ini sukar terurai secara alami di alam. Sebagai contoh, limbah masker baru dapat terurai setelah 450 tahun dan hal ini menimbulkan pencemaran laut. Asap dari pembakaran limbah medis juga diketahui menghasilkan gas buangan yang berbahaya, seperti asam klorida (HCl), timbal, cadmium, metana, dan karbondioksida (CO2).
Melalui momentum di Forum Stockholm+50 tersebut, para pemimpin dunia mengambil tindakan berani dan terstruktur untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi planet bumi. Mereka menyerukan komitmen nyata untuk segera mengatasi berbagai isu lingkungan, khususnya pascapandemi. Komitmen tersebut antara lain meningkatkan kesejahteraan manusia demi terciptanya kehidupan yang sehat dan kemakmuran yang merata. Selain itu, dengan mengakui serta melaksanakan hak atas lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sesuai dengan konsep Sustainable Development Goals (SDGs).
Dilansir dari kompas.com dan laporan PBB, setidaknya ada lima poin yang disepakati melalui forum tersebut. Pertama, penekanan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penerapan hukum internasional. Kedua, rencana aksi yang mencakup perencanaan dalam hal pemukiman, pengelolaan sumber daya alam, pengendalian pencemaran lingkungan, pendidikan serta informasi lingkungan hidup. Ketiga, merefleksikan kebutuhan mendesak akan tindakan untuk menciptakan planet bumi yang sehat dan kemakmuran bagi semua. Keempat, mencapai pemulihan yang inklusif dan berkelanjutan pascapandemi Covid-19. Kelima, mempercepat implementasi pada dimensi lingkungan hidup demi pembangunan yang berkelanjutan.
Sebagai salah satu negara peserta, Indonesia memiliki peran yang signifikan untuk dapat menyukseskan poin-poin yang telah disepakati. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh besar Indonesia di kancah internasional. Pertemuan ini juga menjadi momentum bagi tanah air untuk dapat menciptakan lingkungan hidup yang sehat dan pulih setelah dihantam badai pandemi Covid-19 sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai. Kita, karenanya, sebagai masyarakat Indonesia juga memiliki peran yang besar untuk turut andil dalam menciptakan kehidupan yang sejahtera melalui berbagai peran demi terciptanya planet bumi yang lebih sehat pascapandemi Covid-19.
Referensi:
BBC Indonesia. (2022). Burung Terbelit Sampah Plastik Dan Masker Medis Yang Banyak Digunakan Selama Pandemi [Online]
Tersedia pada: https://www.bbc.com/indonesia/articles/c4n9znxl9jvo
[Diakses 30 Desember 2022].
Beuchle, R. et al., (2021). Deforestation and Forest Degradation in the Amazon: , Luxembourg: EU Science Hub.
Binawang, A. A. L., (2022). 50 Tahun Pasca-Deklarasi Stockholm. [Online]
Tersedia pada: https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/06/03/50-tahun-pasca-deklarasi-stockholm
[Diakses 30 Desember 2022].
Facciolà, A., Laganà, . P. & Caruso, G., (2021). The COVID-19 Pandemic and Its Implications On the Environment. Elsevier, I(1), pp. 1-14.
KLHK. (2020). Penerapan PSBB Terhadap Kualitas Udara. [Online]
Tersedia pada: https://ditppu.menlhk.go.id/portal/read/penerapan-psbb-terhadap-kualitas-udara
[Diakses 30 Desember 2022].
Laia, K., (2020). Sampah Medis Akibat Corona Jadi Polusi Baru di Laut. [Online]
Tersedia pada: https://betahita.id/news/detail/5347/sampah-medis-akibat-corona-jadi-polusi-baru-di-laut-.html.html
[Diakses 30 Desember 2022].
OceansAsia, (2020). COVID-19 Facemasks & Marine Plastic Pollution. [Online]
Tersedia pada: https://oceansasia.org/covid-19-facemasks/
[Diakses 30 Desember 2022].
United Nations. (2022). Stockholm+50: A Healthy Planet for the Prosperity of All – Our Responsibility, Our Opportunity, Swedia: UN Secretary General.
0 Comments