Rangkaian EGSHINE 2025

 Bantul (7/9/2025) – Environmental Geography Student Association (EGSA) melalui Divisi Pengabdian Lingkungan dan Masyarakat kembali menunjukkan konsistensinya dalam menjalankan misi pengabdian dengan mengadakan program kerja Charity Day yang tahun ini mengusung tema EGSHINE 2025 (EGSA for Harmony, Initiative, and Nature Education). Kegiatan ini diselenggarakan bersama anak-anak dan pihak Nyala Litera Indonesia, bagian dari Komunitas Garduaction (Garbage Care and Education), di Jalan Papingan, RT 02, Dusun XI Mancingan, Parangtritis, Kretek, Bantul, Yogyakarta. Melalui kegiatan ini, EGSA berusaha menghadirkan wadah pembelajaran yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menanamkan nilai keselamatan pesisir dan kepedulian lingkungan dengan pendekatan kreatif dan menyenangkan.

 

Acara dimulai tepat pukul 10.00 WIB dengan panduan Cholifah Awan Lismarvianti dan Allegra Rizqi Maulana sebagai Master of Ceremony. Sejak awal, suasana dibuat cair dengan ice breaking yang mengajak anak-anak untuk berinteraksi, bergerak, dan tertawa bersama. Aktivitas ini menjadi pintu masuk untuk membangun keakraban sehingga anak-anak tidak merasa tertekan, melainkan antusias menantikan kegiatan selanjutnya. Kegiatan kemudian dibuka secara resmi dengan sambutan dari Najmie Azkal Fahmi, Ketua EGSA Periode 2025/2026. Dalam pesannya, Najmie menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal ruang kelas, melainkan upaya seumur hidup untuk terus mencari ilmu. Ia mengajak anak-anak untuk selalu haus akan pengetahuan, karena ilmu yang ditanam hari ini akan menjadi bekal berharga di masa depan. Sambutan ini tidak hanya memberikan semangat, tetapi juga menggarisbawahi filosofi yang diusung EGSA, bahwa kegiatan pengabdian harus mampu menjadi ruang tumbuh, baik bagi masyarakat maupun mahasiswa yang mengabdikan diri.

 

Pembukaan MC & Sambutan Ketua EGSA Periode 2025/2026

 

Sesi inti dimulai dengan pematerian tentang rip current yang dibawakan oleh Cholifah Awan Lismarvianti, Bramantya Farandino Harsadeva, dan Fathan Surya Pradana. Rip current atau arus balik merupakan fenomena laut yang berbahaya, terutama di kawasan pantai dengan ombak besar seperti Parangtritis. Anak-anak diperkenalkan dengan definisinya, bagaimana arus ini bekerja, serta potensi ancaman yang ditimbulkannya. Tidak berhenti di situ, mereka juga diajak untuk memahami langkah-langkah mitigasi bahaya yang dapat dilakukan jika menghadapi kondisi tersebut. Agar penjelasan dapat semakin dipahami, Awan, Farand, dan Fathan menampilkan simulasi rip current dengan menggunakan peraga buatan berbahan wadah air, mika, dan tutup botol bekas. Visualisasi ini membuat konsep yang abstrak menjadi nyata, sehingga anak-anak dapat lebih mudah membayangkan situasi yang sebenarnya. Kegiatan ini menjadi penting mengingat banyak masyarakat pesisir yang masih kurang menyadari risiko rip current, sehingga edukasi dini akan memberikan dampak jangka panjang terhadap keselamatan di kemudian hari.

Pemaparan Materi Rip-Current

Setelah memperoleh pengetahuan baru, anak-anak diajak untuk menginternalisasi pesan keselamatan melalui permainan “Say and Move!”. Dalam permainan ini, pembawa acara membacakan dongeng dalam bahasa Indonesia sambil menyelipkan kata-kata kunci dalam bahasa Inggris yang harus diperagakan. Kata pertama yang disebutkan merupakan kata “swim”, yang mengharuskan mereka menirukan gaya berenang. Sedangkan, kata “save zone” mengajak mereka untuk mendekat pada anggota EGSA dengan tanda rafia merah di lengan kanan yang berfungsi sebagai zona perlindungan. Sementara itu, dua anggota EGSA lain berperan sebagai “ombak jahat” yang harus dihindari. Permainan ini tidak hanya membuat suasana semakin hidup, tetapi juga mengajarkan refleks dan kewaspadaan dalam menghadapi bahaya.

Games “Say and Move!”

Kegiatan berlanjut dengan sesi pembuatan prakarya yang bertujuan menumbuhkan kreativitas sekaligus kesadaran lingkungan. Anak-anak diberikan kesempatan untuk menghias pouch dengan cat dan media yang dibuat dari bahan organik sederhana seperti pelepah pisang, bonggol sawi, dan kulit gambas. Penggunaan bahan-bahan ini bukan hanya sekadar alternatif media, tetapi juga bagian dari penerapan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Konsep recycle tercermin jelas karena limbah organik yang biasanya terbuang dapat disulap menjadi alat kreatif yang menarik. Melalui kegiatan ini, anak-anak belajar bahwa lingkungan sekitar menyimpan banyak potensi yang bisa dimanfaatkan kembali, serta bahwa menjaga alam tidak selalu berarti melakukan hal besar, melainkan dimulai dari langkah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Hasil karya anak-anak pun menjadi simbol keterpaduan antara kreativitas dan kepedulian lingkungan.

 

Pembuatan Prakarya

 Menjelang akhir acara, suasana kebersamaan semakin terasa ketika seluruh peserta menikmati makan siang bersama. Hidangan sederhana menjadi pengikat suasana kekeluargaan antara mahasiswa, anak-anak, serta pihak Nyala Litera Indonesia. Setelah itu, EGSA membagikan bingkisan kenang-kenangan untuk anak-anak sebagai bentuk apresiasi atas antusiasme mereka dalam mengikuti setiap kegiatan. Keceriaan terpancar dari wajah mereka saat menerima bingkisan, sekaligus menandai keberhasilan acara dalam menghadirkan pengalaman yang bermakna. Rangkaian kegiatan pun ditutup dengan sesi foto bersama, yang merekam momen kebersamaan dan kegembiraan seluruh pihak yang terlibat.

 

Sesi Foto Bersama

Secara keseluruhan, EGSHINE 2025 membuktikan bahwa kegiatan pengabdian masyarakat dapat dirancang dengan pendekatan yang holistik, menggabungkan aspek edukasi, permainan, kreativitas, dan kebersamaan. Anak-anak tidak hanya memperoleh pengetahuan baru mengenai rip current, tetapi juga belajar bagaimana berinteraksi dengan alam secara lebih bijak. Mereka diajak untuk menyadari bahwa keselamatan diri dan kelestarian lingkungan adalah dua hal yang saling berkaitan. Sementara itu, bagi EGSA, kegiatan ini menjadi sarana untuk terus memperkuat peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang mampu membawa nilai keberlanjutan ke tengah masyarakat. Dengan langkah sederhana namun berdampak ini, EGSA berharap dapat menumbuhkan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga peka terhadap tantangan lingkungan di sekitarnya.

 

Sampai jumpa di program kerja EGSA berikutnya!

 

Categories: Berita EGSA

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.