Di Indonesia : Kondisi dan Keterkaitan Terhadap Perubahan Iklim
Randika Satria Putra D.
Santi Dwi R.
Salju abadi di Indonesia, tepatnya di Puncak Jaya, Papua, merupakan fenomena geografis yang sangat unik dan kritis dalam konteks perubahan iklim global. Sebagai satu-satunya lokasi di Indonesia dengan tutupan es abadi di wilayah tropis, Puncak Jaya menjadi objek penelitian yang sangat menarik bagi para ilmuwan dari berbagai disiplin. Keberadaan es abadi di ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut ini tidak hanya menjadi keistimewaan geografis, melainkan juga indikator penting yang menggambarkan dinamika perubahan iklim di kawasan tropis.
Puncak Jayawijaya (Cartensz Pyramid). Sumber : Eigeradventure Official
Salju abadi di wilayah tropis merupakan arsip alam yang sangat berharga, mampu merekam dan sebagai penanda perubahan iklim dalam rentang waktu yang panjang (Thompson, 2016). Setiap lapisan es menyimpan informasi ilmiah yang dapat membongkar rahasia perubahan lingkungan, pola cuaca, dan aktivitas atmosferik yang terjadi selama ratusan bahkan ribuan tahun. Implikasi hilangnya salju abadi di Indonesia jauh melampaui sekadar perubahan geografis. Hal tersebut juga berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem, mempengaruhi siklus hidrologi, dan berdampak pada kehidupan masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Salju abadi tidak hanya sekadar komponen geografis, melainkan juga sistem penyanggah kehidupan yang memiliki peran kritis dalam menjaga keseimbangan lingkungan (Haeberli, 2021).
Salju abadi yang ada di Puncak Jaya Papua sudah mulai mencair karena dampak dari perubahan iklim beberapa tahun belakangan. Luasan area bersalju yang ada di titik ini terus berkurang dalam beberapa dekade terakhir. Peningkatan suhu udara dan berbagai perubahan lain pada alam menjadi penyebab utamanya, dan bisa jadi berdampak pada ekosistem dan kehidupan masyarakat sekitar yang selama ini bergantung dengan kondisi ini. Tingkat keparahan dari pencairan salju abadi ini juga mengkhawatirkan. Tercatat pada tahun 2010 lalu, ketebalan es yang ada di Puncak Jaya Papua kira-kira adalah 32 meter. Hingga tahun 2015, terjadi penipisan es sebesar 1 meter per tahun. Hal ini semakin parah ketika terjadi El Nino di tahun 2015-2016 lalu, yang memicu laju penipisan mencapai 5 meter per tahun. Lebih lanjut, pada awal 2021, foto udara menunjukkan ketebalan es telah berkurang 12,5 m lagi sejak November 2016 atau setara dengan laju penipisan sekitar 2,5 m per tahun. Selain itu, Luasan tutupan es pada tahun 2024 menyusut 0,11-0,16 kilometer persegi dari 0,23 kilometer persegi pada 2022, yang menyebabkan ketebalan es salju hanya tersisa 4 meter saja.
Menurunnya Salju abadi di Puncak Jayawijaya. Sumber : Detik.com
Perubahan iklim global telah memberikan dampak terhadap kondisi salju abadi di Pegunungan Jayawijaya, Papua, dengan serangkaian mekanisme kompleks yang berkontribusi terhadap percepatan pencairan es. Peningkatan suhu global, perubahan pola hujan, sirkulasi atmosfer, dan faktor radiasi matahari menjadi penyebab utama mencairnya salju abadi tersebut. Pertama, suhu di wilayah tropis seperti Papua telah meningkat sebesar 01-1,5 derajat selama 50 tahun terakhir. Kedua, hujan yang terjadi pada ketinggian tinggi, yang sebelumnya turun dalam bentuk salju kini jatuh sebagai air hujan (Trenberth, 2011) Ketiga, pergeseran pola angin dan tekanan atmosfer menyebabkan pola sirkulasi atmosfer menjadi lebih panas. Keempat, berkurangnya luasan tutupan es menyebabkan permukaan akan menyerap lebih banyak radiasi matahari, yang menciptakan fenomena timbal balik sehingga mempercepat proses pencairan (Flanner, 2011). Semua kondisi tersebut secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi titik lebur es dan mempercepat proses pencairan di ketingggian Puncak Jayawijaya.
Semua penyebab tersebut tidak lepas dari faktor ulah manusia. Pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batubara dalam sektor industri maupun transportasi menjadi penyebab dalam perubahan iklim. Selain itu deforestasi, perubahan penggunaan lahan, pengeluaran gas metana akibat peternakan, industrialisasi, bahkan gaya hidup modern seperti fast fashion juga memberikan dampak perubahan iklim.
Berbagai dampak dimiliki akibat hilangnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Hilangnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua ini berkontribusi terhadap kenaikan muka air laut. Pencairan gletser mampu menambah volume air tawar yang mengalir ke laut sehingga menyebabkan kenaikan muka air laut secara global. Kenaikan muka air laut mampu menimbulkan risiko abrasi pantai dan intrusi air laut pada wilayah pesisir. Selanjutnya, salju abadi di Puncak Jaya, Papua yang menghilang ini menunjukan jika terjadinya perubahan iklim pada kawasan tropis. Pencairan yang terjadi pada salju abadi ini akibat dari kenaikan suhu. Pencairan salju abadi secara lebih lanjut menyebabkan hilangnya salju abadi. Wilayah ini dianggap lebih stabil secara iklim namun tetap menunjukan jika adanya perubahan kenaikan suhu. Salju abadi yang menghilang juga berimplikasi pada siklus hidrologi lokal. Salju abadi yang mampu berfungsi sebagai cadangan air alami terlalu cepat mengalami pencairan sehingga mempengaruhi stabilitas aliran sungai dan ketersedian air bagi masyarakat dataran rendah. Oleh karena itu hilangnya salju abadi turut berdampak bagi ekosistem, kehidupan masyarakat lokal, dan pariwisata.
Salju yang mencair mempengaruhi suhu lokal akibat kehilangan glenser sehingga mempengaruhi spesies yang hidup di lingkungan dingin. Masyarakat lokal yang berada di sekitar Puncak Jaya menganggap jika salju yang berada di Puncak Jaya, Papua merupakan tempat sakral. Kawasan ini dianggap dianggap sebagai tempat tinggal roh leluhur sehingga mengancam keseimbangan spiritual para masyarakat lokal karena dianggap sebagai tanda terganggunya hubungan manusia dengan alam. Kehilangan salju abadi turut berdampak pada sektor pariwisata yang dimiliki Papua. Salju abadi yang berada di Puncak Jaya, Papua dianggap sebagai fenomena yang unik karena salju yang muncul pada negara dengan iklim tropis. Pada jangka panjang mampu mengurangi wisatawan yang berkunjung dan mengurangi peluang studi ilmiah mengenai perubahan iklim dan ekologi tropis.
Mitigasi perlu dilakukan terhadap hilangnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Mitigasi ini berdasarkan kesadaran dari berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta dengan melakukan aksi nyata. Mengurangi emisi gas rumah kaca dan menggunakan energi terbarukan dapat menjadi upaya mitigasi yang dilakukan. Penggunaan bahan bakar fosil ke energi terbarukan mampu memperlambat kenaikan suhu global yang mempercepat pencairan gletser. Tidak melakukan deforestasi dan melakukan reboisasi membantu penyerapan karbon dioksida dan mengurangi pemanasan global. Upaya persuasif turut menjadi salah satu mitigasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dengan diwujudkan peningkatan promosi penelitian ilmiah mengenai pemahaman dinamika pencairan gletser tropis dan dampak terhadap iklim global.
DAFTAR PUSTAKA
https://blog.eigeradventure.com/salju-abadi-di-papua/
https://www.detik.com/jabar/berita/d-6794841/mengkhawatirkannya-salju-abadi-di-papua
Flanner, M. G., et al. (2011). Radiative Forcing and Albedo Feedback from Evolving Snow Cover. Geophysical Research Letters, 38(2), L02705.
Haeberli, W., & Whiteman, C. (2021). Mountain Glaciers in the Global Climate System. Progress in Physical Geography, 55(2), 178-195.
Trenberth, K. E. (2011). Changes in Precipitation with Climate Change. Climate Research, 47(1-2), 123-138.
Thompson, L. G., et al. (2016). Tropical Glacier Records of Climate Change. Climate of the Past, 12(4), 705-718.