NIKEL HALMAHERA: KEKAYAAN ALAM ATAU PETAKA LINGKUNGAN?
Dibuat oleh :
Fauzan Nur Hidayat
Sabrina Nurul Fadhila
Sumber: CNN
Pulau Halmahera merupakan pulau terbesar di gugusan Kepulauan Maluku yang terletak di Provinsi Maluku Utara. Pulau Halmahera memiliki luas tanah sekitar 17.780 km² (6.865 mil persegi). Pulau Halmahera sendiri memiliki beberapa ekosistem, salah satunya ekosistem hutan yang terletak di tepi utara Semenanjung Halmahera dan berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Kekayaan keanekaragaman hayati di hutan Halmahera juga memberikan banyak manfaat yang dapat mensejahterakan perekonomian masyarakat, salah satunya dari melimpahnya komoditas hasil hutan yang luar biasa seperti kelapa, pala, cengkeh, dan kayu. Selain itu, Pulau Halmahera juga kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dalam bidang pertambangan mineral. Terdapat beberapa jenis bahan galian atau tambang bernilai tinggi di pulau Halmahera salah satunya yaitu nikel. Pertambangan nikel di Pulau Halmahera memiliki peran penting sebagai salah satu penyumbang utama produksi nikel di Indonesia. Pulau Halmahera terkenal dengan kandungan cadangan nikel yang melimpah, menjadikannya salah satu lokasi pertambangan nikel terbesar di Indonesia. Data Badan Geologi 2019 mencatat sumberdaya nikel mencapai 11,7 miliar ton dan cadangan sebanyak 4,5 miliar ton diantaranya 1,4 miliar ton berasal dari Pulau Halmahera. Angka ini menunjukkan Indonesia sebagai produsen bijih nikel terbesar di dunia.
Sumber: Booklet Potensi Investasi Nikel di Indonesia (ESDM), 2019
Kegiatan pertambangan nikel di Pulau Halmahera dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi Indonesia, baik dalam hal pendapatan negara maupun penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat. Selain itu, hasil tambang nikel dari Pulau Halmahera juga memiliki dampak penting dalam industri global, terutama dalam produksi baterai yang digunakan dalam berbagai perangkat elektronik modern seperti smartphone, laptop, dan mobil listrik. Nikel adalah salah satu komponen kunci dalam baterai ini, sehingga meningkatnya permintaan global akan baterai telah memberikan dorongan tambahan bagi industri pertambangan nikel di Pulau Halmahera.
Kondisi pertambangan nikel di Pulau Halmahera saat ini telah mengalami beberapa perkembangan signifikan dibandingkan beberapa tahun lalu. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi nikel di Halmahera mengalami peningkatan yang cukup besar, hal ini didorong oleh tingginya permintaan global terutama untuk industri baterai. Peningkatan ini menyebabkan ekspansi tambang nikel ke area-area baru di Pulau Halmahera.
Sumber: Twitter
Peningkatan ekspansi tambang nikel di Pulau Halmahera juga dapat menjadi tantangan serius apabila ditinjau dari segi lingkungan, dengan dampak yang meluas dan dalam jangka panjang. Eksploitasi nikel telah menyebabkan deforestasi serta mengancam keberagaman hayati dan habitat bagi spesies endemik. Selain itu, limbah tambang yang mencemari air dan tanah mengancam ekosistem air dan kesehatan masyarakat lokal. Dampaknya juga terasa pada ekosistem laut, dengan terumbu karang dan biota laut yang terancam akibat pencemaran.
Adanya kerusakan lingkungan di sekitar wilayah pertambangan Halmahera banyak disebabkan karena ketiadaan peraturan mengenai pelaksanaan atau solusi kegiatan pascatambang. Pemerintah Provinsi Maluku melalui website resmi mereka menjelaskan adanya efek kegiatan tambang yang tidak ramah lingkungan adalah dengan adanya lubang tambang di kawasan reklamasi. Permasalahan ini menjadi faktor terjadinya kerusakan-kerusakan lingkungan lain, seperti banjir, tanah longsor, hingga pencemaran sungai akibat proses sedimentasi.
Selain itu, kerugian juga dialami oleh masyarakat, seperti hilangnya penghasilan dan sumber pangan bagi masyarakat sekitar. Dikutip dari utas yang ditulis oleh Project Multatuli (@projetm_org), menyebutkan bahwa masyarakat di Kampung Umera, Halmahera yang kerap dikenal dengan sebutan “kampung sagu terakhir” saat ini mengalami pencemaran limbah kegiatan tambang. Ekspansi tambang nikel yang dilakukan secara terus menerus mengakibatkan luasan rumpun sagu tergerus sehingga mengakibatkan terancamnya profesi petani. Hal ini mengakibatkan kelangkaan dan penurunan tingkat minat masyarakat terhadap konsumsi sagu dan akhirnya dapat berdampak pada sektor ekonomi masyarakat Halmahera.
Sumber: Mongabay
Perubahan lanskap yang tak terbalikkan di area tambang menyisakan kerusakan yang sulit untuk dipulihkan. Konflik dengan masyarakat lokal juga memperumit kondisi, dengan ketidakadilan dalam manfaat ekonomi tambang dan ketidakpuasan terhadap pengelolaan lingkungan. Pendekatan yang berkelanjutan dalam menghadapi kondisi ini sangat diperlukan untuk dapat memperhatikan keberlanjutan lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa manfaat dari pertambangan nikel tidak terlalu merugikan ekosistem dan masyarakat lokal.
Sumber :
Kementerian, E. S. D. M. (2019). Booklet-Nikel-FA. Pdf.
https://wisataliburan.id/story/101/pulau-halmahera-kekayaan-alam-melimpah
https://www.kaltimprov.go.id/berita/pertambangan-batu-bara-banyak-merusak-lingkunganl