Lubang Korona Muncul Berpotensi Terjadi Badai Magnetik, Apakah Berbahaya?
oleh:
Rey Pingkan Pradita
Desti Rana Khairunnisa
Pada 2 Desember 2023, terjadi fenomena lubang raksasa Matahari yang menghadap langsung ke Bumi. Lubang korona tersebut berukuran sekitar 60 kali lebih besar dari Bumi dan mengakibatkan adanya angin surya yang menghantam Bumi sepanjang 4 dan 5 Desember. Angin surya tersebut dapat berhembus dari Matahari karena terdapat medan magnet yang terbuka lebar. Berdasarkan hasil dokumentasi dari Solar Dynamics Observatory milik NASA (National Aeronautics and Space Administration) diketahui bahwa lubang korona yang terjadi tersebut memiliki panjang 800 km. Sementara itu, angin matahari yang lepas dari lubang korona ini memiliki kecepatan 700 km/detik. Aliran angin Matahari yang lepas dari lubang korona tersebut akan berinteraksi dengan medan magnet Bumi dan menghasilkan badai geomagnetik. Berdasarkan data NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) pada kasus yang terjadi di awal bulan Desember 2023 merupakan minor kelas G1 untuk tanggal 4 Desember dan badai kelas menengah G2 pada tanggal 5 Desember. Sebelum pembahasan lebih lanjut, sebenarnya apa itu lubang korona.
Lubang korona merupakan daerah di korona matahari yang terlihat lebih gelap karena memiliki temperatur dan densitas plasma lebih rendah dibandingkan dengan lingkungan di sekelilingnya dan terbuka menuju heliosfer (Dani, T, dkk. 2019). Kerapatan plasma yang rendah tersebut mengurangi adanya tumbukan antar plasma yang ada. Tumbukan plasma yang rendah di lubang korona matahari berarti bahwa plasma di daerah tersebut lebih mudah terlepas dari gravitasi matahari dan membentuk angin surya. Angin surya ini memiliki kecepatan yang sangat tinggi dan membawa medan magnet terbuka ke luar angkasa. Ketika angin surya bertemu dengan medan magnet bumi, dapat terjadi badai geomagnetic yang mempengaruhi sistem komunikasi, navigasi, Listrik, dan satelit di bumi. Jadi, tumbukan plasma yang rendah di lubang korona matahari berperan dalam menghasilkan angin surya yang berpotensi menimbulkan gangguan di bumi. Lubang korona sendiri dapat tersebar pada semua lintang matahari serta dapat bertahan hingga beberapa kali rotasi saat periode matahari lebih aktif (Yatini, 2010).
Angin surya yang keluar dari matahari akhirnya akan mencapai bumi. Sementara itu, plasma dan medan magnetnya akan berinteraksi dengan atmosfer dan kemudian medan magnet bumi membentuk magnetosfer. Permukaan daerah ini disebut sebagai magnetopause. Magnetopause menahan energi yang dibawa oleh angin matahari supaya tidak memasuki magnetosfer. Apabila dalam kondisi normal energi yang menembus magnetopause disimpan dalam bentuk partikel dan medan magnet magnetosfer (Yatini, C. Y. 2008). Akan tetapi, pada kondisi tertentu energi ini akan dilepaskan secara impulsif ke atmosfer bumi. Pelepasan energi secara impulsif tersebut disebut sebagai magnetospheric substorm yang terlihat dengan munculnya aurora. Kemunculan aurora sering terjadi pada lintang tinggi. Menurut Space Weather Prediction Center (SWPC), terbukanya atmosfer matahari memungkinkan partikel-partikel berenergi tersembur keluar lebih cepat ketimbang angin surya normal. Partikel-partikel berenergi tersebut juga bisa memperkuat aurora-aurora di bumi, baik di kutub utara maupun selatan. NASA menduga bahwa lubang korona menjadi penyebab munculnya aurora-aurora kuat dengan warna-warna cerah di Nebraska awal Bulan Desember 2023.Selain memunculkan aurora para ahli percaya bahwa badai terbaru yang terlihat dapat menyebabkan badai geomagnetik, yang dapat menyebabkan pemadaman radio. Badai geomagnet merupakan respons terhadap aliran angin surya yang dipengaruhi oleh medan magnet antar planet yang mengarah ke selatan. Badai geomagnet menyebabkan energi yang cukup besar pada ring current, yaitu daerah terperangkapnya elektron, proton, dan ion, serta fluktuasi geomagnet di lintang rendah. Pengelola satelit harus waspada terhadap potensi kerusakan dari tumbukan partikel energetik dari badai geomagnetik. Sebelumnya, badai geomagnetik pernah menyebabkan kegagalan 40 satelit Starlink milik Elon Musk dalam mencapai orbit. Jika badai yang tercipta berkekuatan tinggi, operasi satelit, kabel listrik, komunikasi radio, dan sistem navigasi akan terpengaruh.
Badai geomagnetik mengakibatkan pemanasan, ionisasi, dan sintilasi yang merupakan cuaca antariksa yang terjadi di dekat bumi. Cuaca antariksa mengakibatkan munculnya sejumlah masalah yang terkait dengan infrastruktur teknologi, misalnya kegagalan satelit, kegagalan sistem navigasi dan komunikasi, serta putusnya aliran listrik. Partikel energetik dari matahari dapat menembus komponen elektrik dan merubah sinyal elektronik sehingga mengakibatkan informasi salah dari satelit serta menurunkan fungsi komponen satelit. Radiasi ultraviolet dari matahari yang bervariasi secara terus menerus dapat mengubah kerapatan dan temperatur atmosfer dan mempengaruhi orbit dan kala hidup satelit. Badai geomagnetik dapat mengakibatkan gangguan yang cukup besar apabila terjadi pada level yang tinggi. Sementara itu, level badai magnetik yang terjadi di awal Bulan Desember 2023 berada pada level G1 dan G2 yang dampaknya tidak besar atau bahkan sangat minimum, sehingga tidak terlalu berdampak untuk bumi.
Perlu dilakukan tindakan untuk mencegah akibat buruk dari badai magnetik yang diakibatkan oleh munculnya lubang korona, atau paling tidak meminimalisir dampaknya. Usaha ini dilakukan antara lain dengan mengetahui penyebabnya dan memperkirakan terjadinya gangguan cuaca antariksa. Para ilmuwan dengan hati-hati memantau situasi untuk menilai apakah angin matahari yang terjadi di awal Bulan Desember 2023 akan berdampak pada medan magnet dan satelit planet kita, dengan potensi efek tidak langsung di internet, jaringan telepon seluler, dan GPS. Menurut informasi dari langitselatan.com matahari saat ini lebih aktif daripada dalam dekade terakhir karena sedang menuju puncak siklus matahari yang diperkirakan akan tercapai pada tahun 2025. Semakin banyak bintik matahari muncul di Matahari selama periode aktif ini, hal itu dapat menyebabkan jilatan api matahari, yang dapat mengganggu sistem komunikasi dan jaringan listrik.
Daftar Pustaka:
Dani, T. D. Priyatikanto, R. Winarko, A. Putri, G. P. Hubungan dan Periodisitas Luas Lubang Korona Matahari Terhadap Kecepatan Angin Matahari dan Aktivitas Geomagnet. Jurnal Saind Dirgantara, 17(1). 27-38.
Yatini, C. Y. (2010). Penentuan Potensiu Lubang Korona Penyebab Badai Magnetik Kuat Sains dan Teknologi Dirgantara, 4(4). https://jurnal.lapan.go.id/index.php/majalah_sains_tekgan/article/view/308/266
https://langitselatan.com/2023/12/04/lubang-korona-dan-potensi-badai-geomagnetik/