Samuel Vandhika

Universitas Tarumanagara

Abstrak

Presiden Soeharto sebelumnya pernah mengutarakan bahwa anak-anak merupakan salah satu harta dan aset yang berharga bagi keberlangsungan bangsa Indonesia. Akan tetapi, nyatanya masih ada beberapa permasalahan terhadap keberlangsungan untuk menjaga kondisi lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak khususnya permasalahan pekerja anak dibawah umur. Selain itu, masa pandemi Covid-19 yang belakangan ini muncul menjadi salah satu penyebab meningkatnya permasalahan tersebut. Dengan adanya SDGs yang sebelumnya dicetuskan, dapat menjadi titik acuan untuk membantu kita dalam memberikan solusi terhadap permasalahan pekerja anak yang marak di masa pandemi ini. Solusi yang diusulkan oleh penulis adalah Rencana Greenvente (Grow, Spread, Strengthen, Prevent, and Promote) yang diharapkan dapat menjadi langkah kecil sebagai adaptasi dalam memperoleh kemajuan untuk mengakhiri pekerja anak di Indonesia yang sempat terhenti karena datangnya masa pandemi.

Kata Kunci: SDGs, pekerja anak, pandemic

Pendahuluan

Pencetusan komitmen pembangunan dengan istilah Sustainable Development Goals (SDGs) yang memiliki terjemahan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), merupakan salah satu rumusan dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disahkan pada tahun 2015. Indonesia sendiri merupakan salah satu dari 193 negara anggota PBB yang meratifikasi dan mengadopsi SDGs ini. Berdasarkan Transforming our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development oleh (United Nation [UN], 2015), SDGs di tingkat global memiliki 17 tujuan, 169 sasaran, serta 241 indikator yang tercakup ke dalam dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, serta hukum dan tata kelola yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030. Selain itu, keterkaitan SDGs dengan Visi Pembangunan Nasional (Nawacita) yang pada saat itu dicetuskan bersamaan pada tahun 2015, dapat dijadikan acuan dasar mengenai seberapa jauh implementasi- implementasi terhadap SDGs yang ada di Indonesia selama ini. Sesungguhnya, hal ini sudah dibuktikan melalui pemetaan indikator Global dan Indonesia SDGs yang terdapat di dalam Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Aksi oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2020.

Pelaksanaan SDGs pada dimensi hukum dan tata kelola sendiri bertujuan untuk mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk masyarakat, serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan (UN, 2015). Di samping itu, hal ini juga sudah didasari pada Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 yang mengatur tentang implementasi SDGs di tingkat pusat dan daerah; dengan rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah. Menurut Kajian Indikator SDGs pada tahun 2014, pencapaian SDGs pada dimensi hukum dan tata kelola pun memiliki serangkaian rintangan dan problematika yang jumlahnya tidak dapat dianggap remeh. Jaminan akan hak-hak asasi masyarakat terlepas dari ras, suku, budaya, usia, gender, kelas sosial, dan lainnya cenderung terabaikan dan tidak terhiraukan karena kedatangannya masa pandemi. Hal ini dibuktikan melalui perbandingan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) pada tahun 2019 dan 2020, mengenai peningkatan permasalahan pekerja anak di bawah umur khususnya pada kelompok anak yang berusia 10-12 dan 13-14 tahun yang seakan- akan tidak kunjung reda walaupun masa pandemi berlangsung.

Pembahasan

Fenomena permasalahan pekerja anak menunjukkan bahwa betapa kompleksnya permasalahan-permasalahan yang ada pada anak. Buktinya, kemajuan untuk mengakhiri permasalahan pekerja anak harus terhenti untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 20 tahun setelah diterjang masa pandemi (United Nation International Children’s Emergency Fund [UNICEF], 2020). Tidak hanya terhenti, jumlah pekerja anak di seluruh pelosok dunia termasuk Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup meresahkan akibat kondisi pandemi (International Labour Organization [ILO], 2020). Jumlah pekerja anak di bawah umur telah meningkat hampir sebanyak 160 juta secara keseluruhan, disertai peningkatan sejumlah 8,4 juta anak selama jangka waktu empat tahun terakhir dalam skala dunia (UNICEF, 2020). Jika hal ini terus berlanjut, maka probabilitas jumlah anak yang harus menjadi pekerja anak bisa naik hingga 46 juta pada akhir tahun 2021 (Cappa, 2020).

Demikian juga halnya di Indonesia, angka pekerja anak masih berada di fase yang memprihatinkan (Darmawati, 2020). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, hasil menunjukkan bahwa sekitar 9 dari 100 anak sudah bekerja di umur 10 hingga 17 tahun. Bahkan, 3 dari 4 anak tidak diberikan kompensasi yang sesuai atas pekerjaan yang mereka lakukan (SAKERNAS, 2020). Selain faktor adanya masa pandemi, penyebab terjadinya peningkatan pada angka pekerja anak juga disertai oleh faktor ekonomi, kebudayaan, dan pendidikan. Terutama, masalah kemiskinan yang menjadi penyebab utama terciptanya pekerja anak (Akarro & Mtweve, 2011).

Terdapat beberapa upaya bukti dari pemerintah yang telah menunjukkan kemajuan serta hasil yang baik dalam mengatasi permasalahan pekerja anak sebelumnya, tetapi hal ini juga harus terhenti karena datangnya masa pandemi Covid-19 (Bintang, 2021). Salah satunya dengan gerakan Pengurangan Pekerja Anak dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH). Setelah terbentuknya gerakan PPA-PKH, semenjak tahun 2008 sampai dengan 2019, terdapat 134.456 pekerja anak yang berhasil dikembalikan ke dunia pendidikan.

PPA-PKH sendiri merupakan implementasi dari ratifikasi Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Disini, pekerjaan terburuk yang dimaksud sudah diatur di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kepmenakertrans RI) Nomor KEP-235/MEN/2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak yang dibagi menjadi dua. Pertama, Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Anak seperti pekerjaan pembuatan, perakitan, pengoperasian dan perbaikan alat berat; pekerjaan yang dilakukan di lingkungan kerja yang berbahaya (pekerjaan yang mengandung bahaya fisik, kimia, dan biologis); serta pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan tertentu (konstruksi bangunan, kapal, dilakukan antara pukul 18.00-06.00, dan lainnya). Kedua, Pekerjaan yang Membahayakan Moral Anak seperti pekerjaan di usaha bar, diskotek, atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi; model untuk promosi minuman keras, obat perangsang seksualitas, atau rokok. Diyakini, anak-anak yang melakukan pekerjaan yang terklasifikasi sebagai pekerjaan terburuk akan memiliki pengaruh yang sangat buruk terhadap tumbuh kembang anak baik dari segi fisik, mental, sosial, dan intelektual (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi [Depnaker], 2005).

Kesimpulan dan Saran

Pada intinya, hal-hal di atas sudah menjadi segelintir bukti terhadap permasalahan pekerja anak yang belum menunjukkan adanya pencapaian sesungguhnya walaupun ada beberapa upaya yang dilakukan pemerintah sebelumnya. Keadaan pandemi seharusnya menumbuhkan nilai soliditas, kerja sama, ketergantungan, dan solidaritas antara satu sama lain di negara yang menganut sistem demokrasi ini. Pada kenyataannya, masih ada beberapa kesulitan tersendiri atas perwujudan nilai-nilai tersebut terutama di lapisan permukaan masyarakat yang masih memiliki kesenjangan dan ketidaksetaraan. Oleh karena itu, terbentuklah ketidakselarasan antara tuntutan kesejahteraan oleh masyarakat terhadap anak dan pemerataan jaminan atas hak-hak yang seharusnya anak miliki. Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan demi mendapatkan pencapaian terhadap kesejahteraan para pekerja anak tersebut, dan bagaimana hal tersebut dapat merata secara menyeluruh di masyarakat melalui implementasi-implementasi SDGs selama masa pandemi?

Maka dari pertanyaan yang disebutkan, penulis mengusulkan solusi rencana Greenvente yang terdiri dari (Grow, Spread, Strengthen, Prevent, and Promote). Rencana pertama, Grow yang berarti memunculkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang maraknya kasus pekerja anak melalui advokasi (Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia [MKRI], 2014). Sehingga, setelah terbentuknya kesadaran, akan adanya perluasan kebijakan mengenai akses anak terhadap pendidikan yang semakin efektif dan efisien nantinya. Rencana kedua, Spread yang berarti menyebarluaskan informasi mengenai dampak-dampak yang akan timbul dari permasalahan pekerja anak. Khususnya, kesadaran orang tua, para pemakai jasa kerja anak, serta anak itu sendiri terhadap permasalahan pekerja anak yang akan memberikan perspektif baru dalam mencegah peningkatan persentase angka pekerja anak di masa mendatang.

Rencana ketiga, Strengthen yang memiliki arti memperkuat kembali komitmen nasional mengenai ketegasan pemerintah dalam menindak lanjuti individu-individu yang mempekerjakan anak secara ilegal yang tersusun di Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang- undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta memperkuat kerja sama antara semua pihak yang sangat dibutuhkan dalam gerakan mengurangi permasalahan pekerja anak (MKRI, 2014). Jadi, ada keselarasan antara penguatan antara kebijakan dan aksi nyata yang dilakukan secara terus-menerus sehingga terbukanya peluang dalam mengakhiri permasalahan bentuk pekerja anak terburuk. Rencana keempat, Prevent memiliki arti untuk mencegah anak-anak yang sebelumnya sudah terjebak menjadi pekerja anak supaya tidak terperangkap lagi, seperti melakukan antisipasi terhadap masyarakat yang ingin mempekerjakan kembali anak-anak baik di rumah, tempat kerja, dan perusahaan. Rencana kelima, Promote dengan arti mempromosikan organisasi-organisasi serta program-program kerja pemerintah yang memiliki keterkaitan dalam tujuan mencapai perwujudan Indonesia bebas pekerja anak pada tahun 2022, meningkatkan akses pelayanan sosial dan kesehatan, serta pekerjaan yang layak bagi orang dewasa dan golongan usia muda yang bekerja (MKRI, 2014). 

Akhir kata, kita seharusnya menempatkan kesejahteraan anak serta kondisi pertumbuhan, perkembangan, dan aspek lainnya sebagai sasaran perhatian di situasi pandemi ini. Bukan sekadar memanfaatkan anak demi memperbaiki peningkatan laju ekonomi saja. Akan tetapi, kita juga semestinya memikirkan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa dimana seorang anak seharusnya mendapatkan pendidikan yang layak, bermain dengan teman-teman sebayanya dan bukan bekerja. Selain itu, kita juga harus bisa memastikan bahwa adanya penegakkan hukum, perlindungan terhadap harkat dan martabat anak, serta pemenuhan jaminan terhadap hak-hak anak di Indonesia.

Daftar Pustaka

Angka pekerja anak memprihatinkan di masa pandemi. (2021, Juni 24). Media Indonesia. https://mediaindonesia.com/humaniora/414297/angka-pekerja- anak-memprihatinkan-di-masa-pandemi.

Departemen    Tenaga Kerja   dan      Transmigrasi  (Depnaker)      (2005). Modul penanganan pekerja anak. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. https://toolsfortransformation.net/wp-content/uploads/2017/05/Modul- Penanganan-Pekerja-Anak.pdf

Erdianto, K. (2021, Juni 24). Angka pekerja anak di Indonesia makin mengkhawatirkan.KOMPAS.https://nasional.kompas.com/read/2021/06/24/08230091/angkapekerja-anak- di indonesia-makin-mengkhawatirkan?page=all.

Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) (2017, Juli 10). Peraturan Presiden (PERPRES) Pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.BadanPemeriksa Keuangan.https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/72974/perpres-no-59-tahun-2017

Lukas, C. J. (2020, Juli 6). Keadilan di era pandemi. Manado Post. https://manadopost.jawapos.com/opini/06/07/2020/keadilan-di-era-pandemi/.

Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (MKRI) (2014). Peta jalan (roadmap) menuju indonesia bebas pekerja anak tahun 2022. Menteri KetenagakerjaanRepublikIndonesia. https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/—asia/—ro-bangkok/—ilo-jakarta/documents/publication/wcms_377169.pdf

Partnership for Action Against Child Labour in Agriculture (PAACLA) Indonesia. “Pendamping ppa-pkh melanjutkan upaya penanggulangan pekerja anak melalui   pkbm cendikia”         Badan Perencanaan    Pembangunan Nasional (Bappenas)      (2021,  Februari23). https://www.paaclaindonesia.org/pendamping-ppa-pkh-melanjutkan-upaya- penanggulangan-pekerja-anak-melalui-pkbm-cendikia/.

The United Nation Department of Economic and Social Affairs (2015). Transforming our world: The 2030 agenda for sustainable development. United Nations. https://sdgs.un.org/2030agenda

United Nation International Children’s Emergency Fund (UNICEF) (2017, Juli 7).Child labour. UNICEF. https://www.unicef.org/protection/child-labour.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (2019, Juni 12). Hari dunia menentang   pekerja anak?  KementerianKomunikasi danInformatika.https://kominfo.go.id/content/detail/19236/hari-dunia-menentang-pekerja- anak/0/artikel_gpr.

Wuilbercq, E. (2021, Juni 10). Child labour rises globally for the first time in decades. Reuters. https://www.reuters.com/article/global-childlabour- idUSL5N2NQ0NK.

Lampiran


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.